Dari arah tangga, Syifa berlari menghampiri mereka. Matanya berkaca-kaca. Setengah terisak ia melempar diri ke pelukan Adica.
"Sayang, kenapa kamu menutupi semuanya? Kamu lebih percaya pada literasi digital dibandingkan pada istrimu sendiri?"
Membelai lembut rambut Syifa, Adica kebingungan. Ia tersadar saat melihat tab yang menampilkan laman blog pribadinya. Cepat-cepat Calvin merebut tab itu. Terungkaplah semuanya.
Adica mencurahkan permasalahan dan isi hati dalam blog pribadinya. Semuanya ia tuliskan di sana. Membaca tulisan demi tulisan, Calvin kian terpukul.
Jabatan Direktur Utama: Bukan Keinginan, Tetapi Amanah
Sejak menjabat sebagai direktur utama di perusahaan retail itu, hati saya gelisah. Mengapa Calvin memilih saya? Amanah ini sungguh berat. Sementara saya menduduki kursi direktur utama, Calvin lebih banyak berkiprah sebagai komisaris utama. Rasanya saya tak pantas menduduki jabatan itu.
Rupanya sugesti saya diperkuat oleh ketidaksukaan para karyawan. Sebagian besar karyawan tidak menyukai saya. Sampai-sampai ada orang dalam yang ingin menjatuhkan saya. Tanpa sengaja saya mendengar dia dan temannya merencanakan cara menjatuhkan saya dari kursi direktur.
Lama-lama saya bisa frustrasi. Jika bukan karena Calvin dan orang-orang yang dicintai, saya takkan mau menerima jabatan direktur utama. Amanah ini seperti entitas yang membunuh saya perlahan...
Calvin tertegun membaca salah satu tulisan sepupunya. Benaknya menarik konklusi. Bukan hanya satu, melainkan tiga entitas yang membunuhnya perlahan-lahan: amanah yang menekan, penyakit Heart failure, dan cinta. Cinta yang berujung salah paham.
"I feel sorry for you." ujar Calvin sedih.
Syifa belum berhenti menangis. Pelukan Adica bertambah erat. Dengan suara bergetar, Calvin bertanya. "Siapa orang dalam yang ingin menjatuhkanmu?"