Kata demi kata menyelusup halus. Hati Adica berdesir. Belum sempat desiran itu pergi, pintu kembali terbuka. Kali ini Calvin yang datang.
"Selamat pagi," sapanya hangat. Kontras dengan dinginnya udara pagi ini.
Syifa dan Adica balas menyapa nyaris bersamaan. "Well, tadi kulihat Rossie dan si kembar bersiap-siap ke sekolah. Siapa yang akan mengantar mereka?"
Refleks Syifa menepuk dahinya. Baru ingat kalau supir keluarga minta cuti seminggu. Sementara itu, Adica meraih kunci mobilnya. Lupa pada kondisinya sendiri.
"No...no. Biar aku saja, Adica Sayang." Cegah Syifa, merebut paksa kunci mobil.
Ayah kandung si kembar itu mendesah. Membiarkan sang istri mengambil kunci mobil, mencium kedua pipinya, lalu meninggalkan balkon. Kini hanya ada Calvin dan Adica. Sepasang sepupu tampan itu berdiri berhadapan.
"Bagaimana keadaanmu pagi ini, Adica?" tanya Calvin penuh perhatian.
"Sudah lebih baik. Paling tidak, rasa sakitnya berkurang." Adica menjawab apa adanya.
"That's good. Makanlah, lalu minum obat. Hari ini, waktuku untuk adik angkatku tersayang."
Sesuatu yang lembut menyentuh hati. Ya, Adica dan Calvin lebih dari sepupu. Mereka kakak-beradik. Kakak-adik yang saling menyayangi dan mencintai setulus hati. Calvin datang membawa energi positif, energi kasih, energi cinta. Adica masih bisa merasakan aura seorang kakak penyayang dalam diri Calvin.
Menit-menit berlalu dalam kesunyian. Dengan sabar, Calvin menunggu Adica menghabiskan makanan dan obatnya. Barulah setelah itu dia angkat bicara.