Dalam sekejap, Calvin menyesuaikan diri dengan tipe-tipe customer. Customer pertama yang dilayaninya adalah seorang gadis bertubuh mungil berambut lebat. Gadis itu tersenyum genit. Berulang kali mengedipkan matanya pada Calvin. Tanpa ragu si gadis mengamati Calvin dari ujung kaki hingga ujung rambut dan berkata centil,
"Cakep-cakep kok jadi kasir? Mendingan jadi model aja."
Hanya senyuman tipis yang dilempar Calvin. Beberapa pegawai perempuan tertawa di belakang. Menertawakan ketidaktahuan si customer centil. Andai saja ia tahu siapa Calvin Wan sebenarnya.
Itu belum seberapa. Setengah jam kemudian, Calvin dibentak habis-habisan oleh serombongan orang kaya baru. Terlihat dari penampilan mereka. Mereka memprotes karena lamanya pelayanan. Intinya, mereka tak mau antre.
"Kasir tolol! Cepat dikit kenapa sih? Lama-lama kita beli nih supermarket!"
Bisa saja si owner retail balas menghardik. Tapi ia tetap tersenyum menawan. Sabar menghadapi protes mereka.
Berdiri berjam-jam di depan meja kasir berbahaya untuk Calvin. Energinya terkuras. Beberapa kali ginjalnya terasa sakit. Tak menyerah, Calvin tetap meneruskan penyamarannya.
Toh ia menikmati pekerjaannya. Segi positifnya, pria kelahiran 9 Desember itu bisa berinteraksi langsung dengan customer. Tak jarang ia bertanya pada customer berwajah ramah tentang kualitas pelayanan di sini. Rata-rata menjawab pelayanannya memuaskan. Calvin senang mendengarnya.
"Hei, ada kasir ganteng. Ehm, ini kasir atau model sih? Gantengnya maksimal."
Sesosok pria tinggi, berambut pirang, dan bermata biru melangkah maju. Diletakkannya keranjang belanjaan di atas meja kasir sambil menyeringai nakal. Otomatis Calvin menengadah.
"Revan? Ngapain kamu ke sini?"