Setelah enam bulan berlalu, akhirnya Calvin, Adica, dan Syifa bertemu lagi dengan ibu mereka. Meretas kebersamaan. Bertukar cerita. Menebus kerinduan.
"Ma, kenapa Mama butuh waktu lama untuk menenangkan diri?" Adica setengah membujuk, setengah memaksa Mamanya menjawab pertanyaannya.
"Nak, menenangkan diri itu adalah bagian dari proses menerima kenyataan." sahut Nyonya Roselina sabar.
"Menerima kenyataan kalau Papa menikah lagi?" sela Syifa.
Nyonya Roselina mengangguk. Ketiga anaknya bertukar pandang penuh arti.
"Sudahlah," Calvin menengahi, lembut dan menenangkan.
"Tak bisakah kita memulai lembaran baru dan memaafkan?"
Potongan pizza di tangan Adica nyaris jatuh. Syifa mengangkat alisnya. Nyonya Roselina menatap lekat putra pertamanya.
"Iya," Calvin memperjelas ucapannya.
"Kita maafkan Papa dan wanita itu. Lalu kita buka lembaran baru."
"Kamu memaafkan Papa? Apa itu artinya kamu mendukung poligami?" tanya Adica marah.