"Keterlaluan. Kamu sentimen banget sama dia. Calvin nggak kayak gitu. Dia tulus, baik, ganteng lagi. Nggak kayak kamu. Kerjaannya iri terus sama dia. Kamu pernah bikin sakit hati, dengan terang-terangan bilang kalo kamu malas baca tulisannya yang ada kaitannya dengan agama itu...hmmmm."
Tanpa mereka sadari, Calvin mendengar semuanya. Marah? Tidak juga. Kecewa? Sama sekali tidak. Hanya tersenyum tipis dan berdoa. Begitulah Calvin. Tampan luar-dalam. Aneh sekali bila ada orang yang membbenci pemuda seperti dirinya.
Perkuliahan usai. Begitu keluar kelas, Calvin mendapat kejutan. Seorang wanita setengah baya yang masih sangat cantik berdiri menunggunya.
"Mama?" panggilnya tak percaya.
Nyonya Roselina tersenyum. Merentangkan lengan, memeluk putra sulungnya erat. Calvin balas memeluk Mamanya. Enam bulan tak bertemu, rindu membuncah pelan di dadanya.
"Akhirnya Mama pulang juga. Kenapa Mama lama sekali di Aussie?"
"Maaf, Calvin. Mama hanya ingin menenangkan diri."
Beberapa pasang mata tertuju pada mereka. Yang perempuan terkesan dan meleleh, yang lelaki membuang muka. Sebal bercampur iri. Sebuah paradoks.
Calvin dan Nyonya Roselina melangkah menuju lift. Orang-orang yang berpapasan dengan mereka tersenyum. Memberi sapaan. Mereka balas menyapa. Rasanya seperti kembali ke masa lalu. Ini juga kampus almamater Nyonya Roselina. Setiap koridor yang dilewati membiaskan lembar kenangan. Lantai yang dipijaki mengguratkan berbagai pengalaman masa lalu.
"Mama...miss you."
Itulah kata pertama yang diucapkan Syifa ketika melihat Nyonya Roselina. Ia dan Adica bergantian memeluk ibu kandung mereka itu.