Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Spesial] Mata Pengganti, Pembuka Hati: Me Too

2 Maret 2018   15:02 Diperbarui: 2 Maret 2018   15:30 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Aku sudah menganggap Calvin seperti anakku sendiri," jawab Dokter Rustian.

"Hanya itu? Kamu perhatian sekali padanya, Tian. Kalah dariku. Di depanmu, rasanya aku ayah yang buruk. Aku terlalu sibuk, nyaris tak punya waktu untuk Calvin. Sementara kamu selalu ada untuknya."

Tuan Effendi setengah mengeluh, setengah bersedih. Ia menghela nafas berat, bersandar ke sofa. Sejurus kemudian Dokter Rustian menepuk pundaknya.

"Kamu ayah yang baik, Effendi. Hanya kurang waktu. Sebaik apa pun diriku, takkan bisa menggantikan posisimu di hati Calvin. Ayah kandung tetaplah ayah kandung." hibur Dokter Rustian.

"Aku menyesal, Tian. Mengapa tak pernah ada di saat Calvin terpuruk? Dulu, waktu pertama kali divonis kanker, aku ada di Aussie. Sekarang ketika dia terpuruk setelah mengetahui istrinya mengalami pelecehan seksual saat beribadah Haji, aku pun tak ada di dekatnya..." Tuan Effendi melepas kacamatanya, mengusap ujung mata.

"Tidak ada kata terlambat."

**     

Percakapan dua ayah yang tak lagi muda itu terputus. Calvin terbangun tetiba. Ia terbangun karena rasa sakit. Setengah sadar ia menyebut nama Silvi.

Tuan Effendi dan Dokter Rustian buru-buru mendekat. Memeriksa keadaannya. Menenangkannya. Menjaga orang sakit butuh kesabaran dan waktu ekstra.

"Calvin Wan anakku yang paling istimewa...dalam keadaan sakit, masih mengingat orang lain. Bukan dirinya sendiri." desah Tuan Effendi.

"Itulah sebabnya aku menyayanginya. Mungkin itu juga sebabnya putriku sangat mencintainya. Walau tak bisa memiliki." Dokter Rustian menimpali, tersenyum muram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun