Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Spesial] Mata Pengganti, Pembuka Hati: Me Too

2 Maret 2018   15:02 Diperbarui: 2 Maret 2018   15:30 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pegiat sosial dan literasi berparas tampan itu menerima tamu ketiga di kantornya. Seorang wanita berambut sebahu tersedu saat melangkah masuk ke kantornya. Air mata meleleh di pipi, mengisyaratkan kesedihan mendalam.

"Aku sudah dinodai. Berada di rumah ibadah ternyata tak menjamin keamanan seorang wanita," isaknya pilu.

"Calvin, salahkah aku menceritakan hal itu di sosial media dengan tagar 'MeToo'?"

Pria Tionghoa yang dipanggil Calvin itu menatap tamu ketiganya lembut. Satu tangannya mengulurkan selembar tissue.

"Tidak salah. Kamu berhak memberitakan itu. Sama seperti wanita-wanita lainnya yang senasib denganmu."

Tangis si wanita terus terdengar. Ia mengentakkan kakinya ke karpet. Marah bercampur sedih.

"Semuanya sama saja. Di gereja, di masjid, di vihara, di semua rumah ibadah...praktik-praktik pelecehan seksual tumbuh subur! Wanita selalu jadi korban!"

Dengan sabar, Calvin menenangkan wanita itu. Berusaha mengobati kesedihan korban pelecehan seksual di rumah ibadah yang telah berani bercerita. Ia memuji keberanian si wanita. Tidak semua wanita berani mengungkapkannya. Biasanya para korban dicengkeram ketakutan terlalu besar. Takut pada pemuka agama yang melecehkan mereka, takut merusak kehormatan agama yang mereka peluk, dan takut merugikan pihak-pihak tertentu.

"Agama dan kekuasaan bukan alasan untuk melakukan pelecehan seksual pada wanita." kata Calvin lembut, mengakhiri sesi konseling dan motivasinya.

Ketika wanita berambut sebahu itu meninggalkan kantor satu jam kemudian, wajahnya berangsur cerah. Ia telah menemukan ketenangan. Dalam hati Calvin bersyukur.

Tak mengapa jadwal pekerjaannya di perusahaan keluarga sedikit terganggu. Kedatangan para korban yang mempercayakan rahasia padanya, yang memperoleh sedikit ketenangan batin setelah datang ke kantornya, adalah kebahagiaan tersendiri. Terganggu? Sama sekali tidak. Justru hidupnya terasa lebih berguna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun