Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Spesial] Mata Pengganti, Pembuka Hati: Saya Temani Kamu, Selama Sisa Hidup

27 Februari 2018   06:00 Diperbarui: 27 Februari 2018   18:06 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Makanya, hati-hati kalau bicara sama dia. Lagian ngapain sih kamu bawa-bawa dia waktu lunch sama klien bisnismu?" tegur Adica.

"Aku memang ingin mengajaknya. Dia juga senang pergi bersamaku. Klienku sama senangnya. Dia bilang, Silvi cantik. Cocok untukku. Lalu kugoda dia. Kukatakan kalau Silvi sebenarnya gadis bandel dan keras kepala...yah, jadinya begitu."

"Kalau aku jadi kamu, aku tidak akan setolol itu mengatakannya."

Sesal, itulah yang Calvin rasakan. Perjamuan antar para pengusaha sukses yang membawa petaka. Silvi, gadis cantik blasteran Sunda-Inggris itu, marah besar. Hanya karena dua kalimat. Ini membuktikan bahwa Calvin harus ekstra hati-hati.

Perjalanan masih jauh. Jarak antara rumah sakit dan butik sekitar satu setengah jam lagi. Separuh perjalanan pun belum ada. Seraya menyetir, Adica sesekali melirik khawatir ke arah kakaknya.

"Tidurlah. Nanti kubangunkan kalau sudah sampai. Atau kamu mau makan? Sejak acara itu, kamu nyaris belum makan apa-apa." Adica berkata, tak dapat menutupi kecemasannya.

Calvin menolak halus. Ia tidak lapar. Perutnya justru mual setelah acara dan dilanjutkan medical check up itu. Ginjalnya terasa sakit sekali.

"Besarnya cinta mengalahkan ego..." bisik Adica. Melempar pandang penuh arti.

Kemacetan menghadang. Kendaraan-kendaraan padat tak bergerak. Beberapa membunyikan klakson dengan buas. Adica dan Calvin menunggu dengan sabar.

Keadaan mulai mengkhawatirkan lagi. Wajah tampan itu bertambah pias. Sepasang tangannya terlipat di atas perutnya. Pancaran kesakitan terlihat jelas di mata beningnya. Adica waswas. Sungguh, ia takut terjadi sesuatu yang buruk.

"Calvin, apa sebaiknya kita..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun