Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Semesta Wanita-wanita yang Terluka

20 Januari 2018   05:52 Diperbarui: 20 Januari 2018   07:53 1809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

-Semesta Calisa-

Kulempar gaun pengantin berhiaskan mutiara dan berlian itu ke lantai. Mataku basah. Hatiku memberontak. Beginikah rasanya disakiti laki-laki? Laki-laki yang sebelumnya begitu dicintai, kini justru dilukai.

Sahabat dekat dan rekan sesama alumni grup musik Sound of Sky menghiburku. Mereka katakan, wajahku cukup cantik. Aku layak mendapatkan yang jauh lebih baik dari Calvin Wan.

"Sudahlah, Calisa. Lupakan Calvin. Lanjutkan hidupmu." hibur Nada, Hassan, dan Audrey.

Kubenamkan separuh wajahku di tempat tidur. Air mataku meleleh. Masih terbayang seraut wajah oriental itu di pelupuk mataku.

"Tak semudah itu...Calvin sudah terlalu dalam mengisi hatiku." isakku putus asa.

Nada mengusap-usap kepalaku. "Ah maafkan aku, Calisa. Harusnya tak kuajak kamu ikut audisi member grup musik Sound of Sky. Dengan begitu, kamu tak usah mengenal Calvin dan merasakan perihnya luka ini."

Perkenalanku dengan Calvin memang berawal dari grup musik Sound of Sky. Sebuah grup berisi enam anak muda pintar, rupawan, multitalenta, dan kesemuaannya blasteran. Si kembar Nada dan Hassan blasteran Arab, Audrey berdarah Minahasa-Prancis, Anastasia mewarisi darah campuran Minahasa-Jerman dari keluarganya, Calvin berdarah Tionghoa, dan aku sendiri keturunan campuran Sunda-Belanda. Waktu itu, Sound of Sky kehilangan satu personelnya. Mereka berniat mencari member baru, lalu dibukalah audisi di sekolah elite itu. Aku terpilih sebagai member.

Sisa masa sekolah kami diisi dengan show, prestasi, rilis album, dan tour. Meski sibuk di dunia musik, kami tak melupakan kewajiban sebagai pelajar. Buktinya, kami berenam selalu menduduki peringkat enam besar paralel dari kelas X sampai kelas XII. Hebat kan? Keren kan? Tak kalah hebat dengan siswa-siswa cerdas kutu buku dan berpenampilan ketinggalan mode itu.

Sampai akhirnya, kami lulus dan melanjutkan studi. Nada, Hassan, Audrey, dan Anastasia melanjutkan studi di luar negeri. Hanya aku dan Calvin yang tetap di Indonesia.

Saat itulah kami menjalin kedekatan. Mulanya terjebak friendzone yang menyakitkan. Lalu berujung pada keputusan untuk bersama. Calvin menunjukkan niat seriusnya padaku.

"Calisa Karima, will you marry me?"

Masih kuingat jelas bagaimana dia berlutut dan melamarku. Sebentuk cincin emas bertatahkan berlian disematkan di jariku. Aku bahagia, sangat bahagia. Blogger, pengusaha, mantan model, dan mantan duta budaya itu melamarku. Rasanya aku jadi wanita paling bahagia sedunia.

Namun, rupanya Allah tak mengizinkan diriku bersama dirinya. Dua minggu sebelum pernikahan, tetiba saja Calvin mengakhiri semuanya. Ia batal menikahiku dengan alasan yang sangat tidak masuk akal: vonis infertilitas. Aku tahu, Calvin-ku itu surviver kanker. Orang dengan kondisi seperti dia akan sangat sulit memiliki keturunan.

Tak kukira Calvin batal menikahiku hanya karena itu. Padahal aku sama sekali tidak keberatan. Sayangnya, Calvin berkeras membatalkan semuanya.

Sedih? Tentu saja. Patah hati? Sudah pasti. Malu? Malunya berkali-kali lipat. Undangan sudah disebar. Gaun pengantin hasil karya desainer ternama sudah selesai dibuat. Gedung, dekorasi, vendor katering, semuanya...semuanya telah dipersiapkan. Mengapa Calvin harus membatalkannya?

Hatiku sungguh sakit. Calvin yang kukenal tampan, lembut, dan saleh ternyata tega melukai hati wanita. Jika begini, lebih baik aku tutup hati untuk selamanya. Tidak akan menikah dengan pria mana pun. Single seumur hidup. Tak mengapa, dari pada harus disakiti makhluk Tuhan bernama lelaki.

**       

-Semesta Julia-

Namaku Julia Siska Pratiwi. Aku terlahir di tengah keluarga berdarah campuran Sunda-Jawa-Belanda. Sejak kecil, aku tertarik di dunia modeling dan broadcasting. Tak heran bila aku telah menapaki dua bidang itu sejak lama. Kelas 5 SD, aku sudah jadi penyiar radio. Kelas 6 SD, kali pertama aku fashion show. Duniaku indah, sangat indah.

Sedari kecil aku sudah tahu apa namanya fans. Sebab aku memilikinya. Di antara anak-anak lain sebayaku, aku adalah sosok inspiratif di mata mereka. Mereka mengagumiku, ingin berteman denganku, dan termotivasi olehku.

Salah satu fans dan pendengar radio akhirnya jadi sahabatku. Namanya Calvin. Calvin Wan, namanya bagus menurutku. Sungguh anak lelaki yang sangat tampan. Berkulit putih, bermata sipit, memiliki wajah oriental yang menawan, dan postur tubuhnya tinggi, tegap proporsional untuk ukuran anak seusiaku waktu itu. Ia paling tinggi di antara teman-temanku yang lain.

Aku dan Calvin bersahabat sejak kecil. Suka-duka kami lalui bersama. Calvin sudah seperti kakak bagiku. Seiring berjalannya waktu, aku tersadar bila aku jatuh cinta padanya. Kuberikan sebagian hati dan cintaku padanya.

Baik aku maupun Calvin sama-sama pernah patah hati. Calvin pernah gagal menikah dengan cinta pertamanya, aku gagal bertunangan dengan seorang rohaniawan Katolik. Berawal dari kepedihan yang sama, hati kami jatuh dan mencinta. Kami saling mencintai dan memahami.

Saling cinta, kami memutuskan menikah. Tak terlukiskan betapa bahagianya aku saat itu. Akhirnya, sebentar lagi, aku akan menikah dengan pria yang kucintai.

Ironis. Sungguh ironis. Menjelang pernikahan, rumor berhembus tajam tentang Ccalvin. Menurut desas-desus yang beredar, Calvin berselingkuh dengan seorang penyanyi dan pianis cantik bernama Rossie. Benarkah itu? Sesuatu runtuh perlahan. Kucoba mencari kebenaran.

"Calvin, benarkah kabar itu?" tanyaku lirih.

Calvin memegang erat tanganku. Mengecupnya, menatap mataku dalam-dalam, lalu berkata.

"Unfortunately...itu benar, Julia."

Hatiku hancur. Aku sungguh kecewa dengannya. Calvin, Calvin Wan yang rupawan, religius, dan berhati lembut. Bermain di belakang dengan lain orang. Tepat sebelum hari pernikahan kami.

Teganya Calvin mendua. Apa kurangnya aku? Hatiku menjerit tak rela. Calvin Wan, nama itu terlanjur melekat kuat di hatiku.

Kutenggelamkan diri dalam kesibukan pemotretan, fashion show, dan mengelola toko bunga. Aku berusaha keras melupakan Calvin. Ya Allah, sulit sekali. Tiap malam, aku selalu terkenang Calvin. Kebaikannya, kelembutannya, kereligiusannya. Lalu, tetiba saja Calvin menyakitiku.

**      

-Semesta Rossie-

Mau tahu siapa wanita paling beruntung di dunia? Jawabannya: aku, Rika Rosiana. Panggil saja aku Rossie. Pianis, penyanyi tenar blasteran Sunda-Jerman, cantik jelita, tinggi, putih, langsing, mulus, dan memesona.

Harta melimpah dan nama terkenal tak membuatku puas. Masih ada satu yang belum kuraih: cinta. Ya, cinta.

Dulunya aku mantan anggota Paskibra. Sewaktu mahasiswa, aku pernah menjadi anggota Korps Protokoler. Kedua organisasi itu membuatku cinta Indonesia. Sekalipun darah Jerman mengalir di tubuhku, aku tetap cinta Indonesia. Lalu beralih menekuni dunia entertainment. Kukenal sosoknya dari dunia yang membesarkan namaku. Calvin, peragawan terkenal dan mantan Koko DKI Jakarta. Duta budaya Tionghoa super tampan.

Aku terpikat dengannya. Meski aku tahu jika dirinya sudah ada yang punya, aku tak peduli. Kugunakan kecantikanku, auraku, dan daya pikatku untuk mendapatkannya. Eurekka, aku berhasil. Calvin meninggalkan tunangannya dan berpaling padaku. Cinta sudah berada di tangan.

Mulanya kami bahagia. Kunikmati kisah cintaku dengannya. Hari-hariku terasa indah. Tiap hari selalu bersama. Dimana ada Calvin, di situ ada aku. Lalu, tetiba saja...

"Calvin, ini apa?" tanyaku dingin seraya menunjukkan hasil copy scenen dan amplop berlogo rumah sakit.

Melihat benda-benda di tanganku, Calvin terperangah. Tak menyangka aku mendapatkannya. Perlahan ia mengakui sesuatu.

"Kidney Cancer...kanker ginjal. Sudah tidak ada harapan lagi." lirihnya.

Aku sakit hati. Ternyata, selama ini aku mencintai orang yang salah. Pria yang kucintai telah menipuku. Ia menyembunyikan penyakitnya dariku. Cinta macam apa ini?

Aku tidak mau hidup bersama pria penipu dan penderita kanker seperti Calvin. Kutinggalkan dia. Kuputuskan cintanya. Sejak saat itu, aku kehilangan kepercayaan. Semua laki-laki sama saja. Mulailah aku terjebak dalam petualangan cinta. Menyakiti laki-laki yang menyayangiku sebagai pelampiasan, merebut suami orang, dan menjadi selingkuhan. Nikmat, nikmat sekali. Pedihnya lukaku terbayar lunas.

**       

-Semesta Clara-

Kunikmati pekerjaanku sebagai fotomodel, psikolog, dan pengelola perusahaan advertising. Di antara tiga jenis profesi itu, favoritku adalah psikolog. Menjadi psikolog membuatku mengenal banyak orang, memahami karakter mereka, dan menolong banyak orang. Aku suka sekali pekerjaan itu.

Ada seorang klien istimewa. Seorang pengusaha sukses dan blogger di media citizen journalism yang sudah punya nama besar. Kuingat namanya: Calvin Wan. Dia klien priaku yang paling tampan.

Makin lama, interaksiku dengan Calvin makin tak normal. Kami bukan lagi klien dan psikolog. Melainkan sudah seperti sepasang kekasih. Hubungan kami tak lagi bersifat teraputik. Ada sekat-sekat yang kami lewati, ada pintu terkunci yang kami dobrak untuk menjejaki jenis relasi yang baru.

Mengapa Calvin menyerahkan permasalahannya untuk kutangani? Sebab dia mempercayaiku. Trauma berat yang dialaminya akibat kegagalan cinta berulang kali dan penyakit kanker stadium tiga kucobba menyembuhkannya. Kuobati dia pelan-pelan. Mentalitas sebagai penyembuh sangat membantuku.

Kini kusadari bahwa aku mencintai Calvin. Dia pun mencintaiku. Kami bicara dari hati ke hati. Awalnya Calvin ragu. Dia takut tak bisa membahagiakanku karena kondisinya. Kuyakinkan dia bahwa aku menerima dirinya apa adanya. Segala konsekuensi akan kuterima. Karena aku mencintainya.

Allah menuntun kami ke gerbang pernikahan. Calvin sah menjadi suamiku. Suami super tampan yang saleh dan kaya-raya. Materi berlimpah, kasih sayang tercukupi. Kujalani pernikahanku dengan bahagia.

Di tahun kelima pernikahanku, hatiku hampa. Kurasakan rumah tanggaku mulai hambar. Apa alasannya? Ketiadaan seorang anak.

Sejak awal, ini memang konsekuensi. Aku sudah berjanji. Tetapi, rasanya berat sekali. Aku iri melihat teman-teman dan sepupu-sepupuku sudah memiliki anak dari pernikahan mereka. Sedangkan aku? Sama sekali tak punya harapan untuk memiliki keturunan.

Tiap kali mengunjungi teman-temanku yang sudah punya anak, aku menangis. Aku ingin seperti mereka. Tak bisakah aku hidup normal? Merasakan nikmatnya menjadi ibu?

Kucurahkan kesedihanku pada Calvin. Dia menghiburku dengan lembut. Dia berjanji akan fokus menjalani pengobatan agar penyakitnya sembuh. Aku percaya. Kuberi waktu satu tahun lagi.

Setahun lewat tanpa terasa. Hatiku terlanjur pedih. Ternyata sakit rasanya hidup berumah tangga tanpa anak. Di pagi berhujan itu, kupeluk Calvin erat. Kusampaikan keinginanku untuk berpisah. Aku sudah tak tahan. Aku memang psikolog, yang memiliki kesadaran serta pengertian lebih dibanding kebanyakan orang. Tapi psikolog juga manusia, kan?

"Maafkan aku, Calvin. Maaf..." tangisku seraya mendekapnya erat.

Calvin menghapus air mataku. "Iya, Clara. Aku mengerti perasaanmu. Kuceraikan kamu dengan cara yang baik. Kita berpisah baik-baik."

Terus terang, hatiku terluka. Terluka lantaran hidup menikah tanpa anak. Andai saja Calvin mampu membuatku meneruskan keturunan. Tentu semuanya tak begini.

Setengah tahun setelah perceraian, skenario Allah sungguh tak terduga. Calvin dan aku turun ranjang. Kami menikah lagi, dengan adik ipar masing-masing. Aku dinikahi Adica, adik kandung Calvin. Sedangkan Calvin menikahi adik semata wayangku.

**       

-Semesta Silvi-

Jangan panggil aku pelakor. Aku punya nama: Silvi Mauriska. Aku penulis buku, blogger, model, dan pemilik butik. Sejak kelas 6 SD, aku sudah menyukai dunia modeling. Saat kebanyakan anak lain hanya disibukkan untuk belajar menjelang Ujian Nasional dan bermain di dunia anak-anak yang indah, aku sudah terjun ke dunia modeling dan literasi. Aku sudah mulai menulis buku dan fashion show sejak kelas 6. IQ di atas rata-rata, kecerdasan linguistik yang cukup tinggi, dan wajah cantik membuatku mulus-mulus saja menekuni bidang yang kuminati.

Darah Jawa-Belanda mengalir dalam tubuhku. Berbeda dengan saudara-saudaraku yang lain, mataku berwarna biru. Aku jadi saudara yang paling cantik dalam keluarga besar. Aku senang menjadi sosok yang dominan dalam kelompok tertentu. Menjadi pusat perhatian, memengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu yang positif, menebarkan aura pesona yang memikat, itulah yang kusuka.

Mata hati yang jauh lebih tajam dari orang lain membuatku lebih peka berkali-kali lipat. Aku pandai memahami orang lain dan menjadi pendengar yang baik. Mungkin itulah sebabnya Calvin menikahiku 6 bulan setelah ia menceraikan Clara.

Bersuamikan seorang pria tampan luar-dalam adalah anugerah terindah bagiku. Mulanya, kukira aku akan berjodoh dengan Adica, adiknya Calvin. Ternyata aku malah berjodoh dengan Calvin sendiri. Masya Allah.

Pernikahanku sangat bahagia. Cinta dan kasih mengalir tulus. Kucintai Calvin sepenuh hati. Sama sekali tidak kupermasalahkan kondisinya yang infertil. Toh aku sendiri tidak peduli tentang seks dan keturunan. Bagiku, bersama Calvin saja sudah cukup. Kalaupun suatu saat nanti ingin punya anak, bisa adopsi kan?

Hatiku diselimuti kebahagiaan. Beruntungnya aku dinikahi pria setampan dan sebaik Calvin. Dia datang di saat yang tepat. Hati dan cintaku untuknya, walau belum lama setelah kedatangannya aku baru saja patah hati.

Calvin memberikan penawar racun atas tajamnya racun cinta yang kurasa. Lukaku dibasuh dengan lembut oleh tangan dinginnya. Saat mengenal dan mencintai Calvin, sesungguhnya aku telah sampai di sebuah titik. Titik dimana hatiku lelah. Lelah dilukai, dipatahkan hatinya, ditinggalkan, dan dimanfaatkan. Bahkan, jujur saja, aku lelah jadi orang baik.

Ternyata Calvin datang untuk kusakiti. Aku mencintainya, aku menginginkan kehadirannya, tapi aku pun tak nyaman dan sering kali tersakiti oleh sikapnya. Ada beberapa hal yang tidak bisa kuterima dalam sikap dan perlakuan Calvin.

Puncaknya, kusakiti Calvin. Kulukai perasaannya. Risiko dan derita Calvin: menikahi anak korban perselingkuhan. Menikahi wanita yang sebagian masa kecilnya dihiasi perselingkuhan orang tuanya. Ya, itulah aku yang sebenarnya.

Calvin sedih. Calvin tersakiti. Lagi-lagi ia mengingatkanku dengan keras. Inilah yang paling tidak kusukai. Hatiku juga sakit, bahkan lebih sakit. Calvin tak mengerti bagaimana cara mengingatkan dan memperlakukanku.

"Silvi, aku tidak mau terus-menerus disakiti." Calvin berkata lirih.

"Well, ini risiko. Kamu kira hanya kamu yang tersakiti? Aku juga! Bahkan lebih sakit darimu!" teriakku marah.

Sejurus kemudian Calvin mematikan laptopnya. Untunglah artikelnya tentang Walmartt dan Amazon sudah selesai tepat ketika konsentrasinya pecah. Ditatapnya mataku lurus-lurus.

"Inikah dirimu yang sebenarnya? Suka menyakiti orang lain?"

Lagi, dan lagi. Calvin menyakitiku dengan pertanyaan aneh. Ya Allah, bisakah Calvin berhenti mempertanyakan hal-hal seperti itu? Hatiku sakit, pedih luar biasa. Apakah aku seburuk itu di mata Calvin?

"Tentu saja tidak. Aku hanya lelah. Salah satu caraku melampiaskan perasaan ini adalah menyakiti orang yang kucintai." sahutku dingin.

"Mengapa harus aku?"

"Karena aku mencintaimu. Dengan sangat terpaksa, kusakiti dirimu."

Untuk pertama kalinya, kulihat Calvin meneteskan air mata. Pria belahan hatiku, suami super tampanku, menangis. Hidungnya mengalirkan darah segar.

Wajahnya pucat pasi. Ia limbung, nyaris jatuh. Hatiku tersentuh melihatnya. Namun rasa tersentuh ini tak sebanding dengan sakit di hatiku.

"Kamu tak mengerti perasaanku, Calvin."

"Aku sudah berusaha sabar, tapi......"

Tak sempat kalimat itu dilanjutkan. Tetiba saja, Calvin muntah darah. Aku tak tega melihatnya. Hatiku sangat sakit. Kucintai Calvin, kusesali perbuatanku karena telah menyakitinya. Namun hatiku terlanjur sakit. Ternyata, seburuk itukah aku di mata suamiku sendiri?

**        

Bagaimana harus kulupakan semua

Saat hati memanggil namamu

Atau harus kurelakan kenyataan

Kita memang tak sejalan

Namun kau adalah pemilik hatiku (Calvin Jeremy-Pemilik Hatiku).

**        

Paris van Java, 20 Januari 2018

Tulisan cantik milik Young Lady cantik

Dari hati yang cantik

Hati yang cantik terasa sakit dengan satu pertanyaan.

**       

https://www.youtube.com/watch?v=keJMpdfEPUw

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun