Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Semesta Wanita-wanita yang Terluka

20 Januari 2018   05:52 Diperbarui: 20 Januari 2018   07:53 1809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

**       

-Semesta Clara-

Kunikmati pekerjaanku sebagai fotomodel, psikolog, dan pengelola perusahaan advertising. Di antara tiga jenis profesi itu, favoritku adalah psikolog. Menjadi psikolog membuatku mengenal banyak orang, memahami karakter mereka, dan menolong banyak orang. Aku suka sekali pekerjaan itu.

Ada seorang klien istimewa. Seorang pengusaha sukses dan blogger di media citizen journalism yang sudah punya nama besar. Kuingat namanya: Calvin Wan. Dia klien priaku yang paling tampan.

Makin lama, interaksiku dengan Calvin makin tak normal. Kami bukan lagi klien dan psikolog. Melainkan sudah seperti sepasang kekasih. Hubungan kami tak lagi bersifat teraputik. Ada sekat-sekat yang kami lewati, ada pintu terkunci yang kami dobrak untuk menjejaki jenis relasi yang baru.

Mengapa Calvin menyerahkan permasalahannya untuk kutangani? Sebab dia mempercayaiku. Trauma berat yang dialaminya akibat kegagalan cinta berulang kali dan penyakit kanker stadium tiga kucobba menyembuhkannya. Kuobati dia pelan-pelan. Mentalitas sebagai penyembuh sangat membantuku.

Kini kusadari bahwa aku mencintai Calvin. Dia pun mencintaiku. Kami bicara dari hati ke hati. Awalnya Calvin ragu. Dia takut tak bisa membahagiakanku karena kondisinya. Kuyakinkan dia bahwa aku menerima dirinya apa adanya. Segala konsekuensi akan kuterima. Karena aku mencintainya.

Allah menuntun kami ke gerbang pernikahan. Calvin sah menjadi suamiku. Suami super tampan yang saleh dan kaya-raya. Materi berlimpah, kasih sayang tercukupi. Kujalani pernikahanku dengan bahagia.

Di tahun kelima pernikahanku, hatiku hampa. Kurasakan rumah tanggaku mulai hambar. Apa alasannya? Ketiadaan seorang anak.

Sejak awal, ini memang konsekuensi. Aku sudah berjanji. Tetapi, rasanya berat sekali. Aku iri melihat teman-teman dan sepupu-sepupuku sudah memiliki anak dari pernikahan mereka. Sedangkan aku? Sama sekali tak punya harapan untuk memiliki keturunan.

Tiap kali mengunjungi teman-temanku yang sudah punya anak, aku menangis. Aku ingin seperti mereka. Tak bisakah aku hidup normal? Merasakan nikmatnya menjadi ibu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun