Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Spesial] Mata Pengganti, Pembuka Hati, Kelembutan adalah Kekuatan

19 Januari 2018   06:20 Diperbarui: 19 Januari 2018   16:15 1025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Calvin, kamu apakan kucingku?!" teriak Silvi histeris.

Teriakan Silvi menyadarkan Calvin. Ia beristighfar berkali-kali di dalam hati. Memohon ampun pada Allah karena telah berbuat kasar pada salah satu hewan ciptaanNya. Membaca shalawat beberapa kali. Kucing, hewan kesukaan Nabi Muhammad.

"Silvi...aku minta maaf. Sekali lagi maafkan aku. Sungguh, aku tak sengaja. Aku lupa kamu membawa kucing peliharaanmu ke sini. Sorry...sorry...sorry."

Raut wajah Silvi berubah menakutkan. Ia menggendong kucing cantik berbulu lembut itu. Mendekapnya, membelai-belainya, menempelkan pipinya ke tubuh si kucing.

"Kamu keterlaluan, Calvin." Nada suara Silvi merendah, pertanda bahaya.

"Ini hewan yang tidak tahu apa-apa, hewan yang tidak tahu kalau dirinya salah. Lalu kamu usir dengan kasar! Dia tidak tahu, kalau apa yang dilakukannya itu salah! Hewan tidak diberi akal pikiran, Calvin Wan! Dia tidak seharusnya diperlakukan kasar, tapi dikasihi dan diperlakukan lembut!"

"Tapi kucing bisa diajari untuk tidak merusak barang. Harus ditegur, bukannya diperlakukan selembut itu." Rupanya, Calvin masih punya kekuatan untuk membantah.

"Iya, benar. Harus ditegur. Tapi, haruskah ditegur dengan kasar? Bisa dengan lembut, kan? Melatih kucing untuk tidak mencakar perabotan butuh waktu dan proses, Calvin."

Hal yang tak diinginkan terjadi. Calvin dan Silvi bertengkar. Mereka mempertengkarkan soal kucing yang mencakar dan perlakuan kasar. Silvi menjelaskan alasan kucing suka mencakar benda-benda. Bukan kemauan si kucing, melainkan untuk mengasah ketajaman cakar dan menghindarkan dirinya dari stress. Calvin tahu alasannya, namun tak bisa menerima argumen Silvi tentang perlakuan yang lembut.

Cukup lama mereka bertengkar. Begitu marahnya Silvi pada Calvin. Sampai-sampai ia menyebut-nyebut kekurangan pria tampan itu. Mengatainya sebagai surviver kanker yang tidak laku, atau dalam arti, belum menikah sampai saat ini. Silvi sesungguhnya tidak benar-benar marah pada Calvin. Toh kucingnya tidak disakiti. Ia hanya mencari apa yang diinginkannya: menguji kesabaran Calvin. Melihat sejauh mana kesabaran pria setampan dan sebaik Calvin Wan.

Begitulah Silvi. Cantik, anggun, pintar, dan sulit ditebak. Calvin bahkan terkecoh dan mengira gadis cantik itu marah sungguhan. Hal ini sering terjadi. Merasa dipermainkan? Entahlah. Namun, di tengah pertengkaran mereka, Calvin menatap mata Silvi lurus-lurus. Dan untuk pertama kalinya, tatapannya begitu dingin. Dinginnya Laut Baltik mungkin terkalahkan dengan sorot dingin di mata bening itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun