Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Spesial] Mata Pengganti, Pembuka Hati, Kelembutan adalah Kekuatan

19 Januari 2018   06:20 Diperbarui: 19 Januari 2018   16:15 1025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apa yang harus kulakukan untuk membuatmu tidak marah lagi, Silvi?"

Mendengar pertanyaan itu, Silvi terpana. Persis sama seperti jenis pertanyaan pria pelukis masa lalunya. Pria berstatus calon rohaniwan yang akan segera menerima sakramen imamat itu sering menanyakan pertanyaan semacam itu. Bukan mengapa, tapi apa. Apa yang bisa kulakukan?

"Kamu membuatku menyesal, Calvin. Kesannya soal kecil, tapi ibadah itu penting sekali. Ibadah itu nomor satu. Memangnya kamu mau menanggung dosaku di akhirat kelak karena meninggalkan shalat Subuh?" protes Silvi, masih berpura-pura marah.

"Aku..."

"Sudahlah. Aku kecewa padamu, Calvin!"

Dengan kata-kata itu, Silvi berjalan cepat meninggalkan balkon. Membanting pintu kamar. Meninggalkan Calvin sendirian.

Kalau saja si pria oriental tahu maksud Silvi yang sebenarnya. Ia tak perlu sefrustasi ini. Nyata-nyata Calvin belum mengenal baik siapa Silvi sebenarnya.

Reminder di ponselnya berbunyi. Sebentar lagi waktunya ke kantor. Sudah dua hari ini Calvin absen karena fokus dengan Silvi. Membantunya melewati masa sulit. Silvi sendiri seharusnya mengikuti jadwal pemotretan hari ini, tetapi ia batalkan karena kondisinya tak memungkinkan.

Dengan hati diberati penyesalan, Calvin melangkah ke kamarnya sendiri. Bersiap-siap sebelum ke kantor. Ia tak punya waktu banyak.

Waktu makin mendesak saat Calvin turun ke lantai bawah. Satu jam lagi ada meeting. Ia tertegun saat membuka pintu ruang santai. Dilihatnya seekor kucing Persia tengah sibuk mencakar perabotan mahal yang berjajar rapi di ruangan luas berkarpet biru itu. Sofa, bantal, meja marmer, vas bunga, dan pajangan kristal ia cakar tanpa henti.

Entah apa yang ia lakukan. Entah ia berpikir dulu atau tidak sebelum melakukannya. Yang jelas, sedetik kemudian Calvin telah mengusir kucing Persia itu. Si kucing mengeong ketakutan, lalu berlari menjauh. Tepat pada saat itu, Silvi datang. Ia melihat dengan jelas saat Calvin mengusir jauh-jauh kucing peliharaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun