"Iya. Aku takut, Calvin. Takut sekali..."
Air mata Silvi meleleh. Kedua bahunya bergetar pertanda kecemasan dan kesedihan. Sontak Calvin memeluknya, merengkuhnya ke dalam dekapan hangat. Dielus-elusnya rambut gadis tercantik dalam lingkaran keluarga besar itu.
"Silvi...kamu masih takut dengan calon suami kakakmu sendiri?"
Perlahan Silvi mengangguk. Air matanya tak berhenti mengalir.
"Masya Allah. Tidak usah takut, Silvi. Sudah kukatakan, kamu tidak usah terlalu banyak khawatir." hibur Calvin lembut.
"Aku takut pulang ke rumah. Aku tidak bisa berkonsentrasi latihan piano untuk acara 7 bulan lagi. Dan...aku malu ketika banyak tamu datang ke rumahku, sedangkan wajahku masih seperti ini."
Dengan kata-kata itu, Silvi menyibakkan rambut panjangnya. Terlihat kedua pipi, bagian atas mata sebelah kanan, dan dagunya dipenuhi bintik merah semacam breakout akibat alergi make up. Selama beberapa hari ini, Silvi menutupi wajahnya dengan anak-anak rambut. Ia takut dan malu memperlihatkan wajahnya di depan orang lain. Begitu terkena breakout, Silvi kabur ke rumah Calvin. Ia tak mau keluar rumah sejak saat itu. Dalam benaknya, ia mencatat jika dirinya tak akan keluar rumah sebelum breakoutnya hilang.
Tangan Calvin terulur. Lembut diusapnya pipi Silvi. Berdoa dalam hati agar alerginya sembuh dan Silvi mendapatkan kembali sebagian kecantikannya.
"Everythings gonna be ok. Tenanglah, semuanya akan baik-baik saja." kata Calvin menenangkan.
Lebih banyak air mata mengaliri wajah Silvi. Ia beristighfar dan mengulang-ulangnya dalam hati. Teringat hari pertama ia terkena alergi. Rasanya sakit dan membuatnya malu. Silvi takut bercerita penyebab dirinya mengalami breakout. Penyebabnya karena ia meminjamkan make up pada temannya sesama model. Waktu itu, mereka ada acara. Non formal saja, namun tetap perlu tampil cantik. Temannya lupa membawa make up. Silvi, yang mudah merasa kasihan dan tak tega bila diam saja melihat orang lain membutuhkan bantuan, langsung saja meminjamkan make upnya. Padahal temannya sama sekali tidak meminta. Silvi membantu tanpa diminta. Voilet, lepaslah temannya dari masalah penampilan.
Tapi, Silvi yang kena imbasnya sehari kemudian. Ada transfer bakteri ke dalam alat make up. Akibatnya fatal. Silvi alergi. Lumayan parah juga. Tak satu pun anggota keluarganya tahu penyebab breakout di wajahnya. Semula, Calvin pun tak tahu. Silvi takut bercerita karena ia paham betul siapa Calvin Wan. Pria tampan berdarah Tionghoa itu memang lembut dan baik hati, tapi ia to the point. Langsung menyalahkan dan mengatakan tidak benar bila ada sesuatu yang menurutnya salah. Silvi yang terkadang terlalu baik dan gampang kasihan pada orang lain sampai merugikan diri sendiri, ia anggap tidak benar. Tak heran bila model dan mantan duta wisata itu enggan bercerita.