Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Empat Hati, Empat Pasang Mata, Empat Sosok Pembawa Cinta (2)

15 Januari 2018   06:17 Diperbarui: 15 Januari 2018   08:19 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Laa haula wala quwata illa billah." Calvin bergumam lirih, menggenggam tangan Clara.

Dua orang suster mendorong brankar ke ruang operasi. Tindakan medis terpaksa diambil: operasi caesar. Sebenarnya Clara enggan. Ingin merasakan proses persalinan secara normal. Namun sudah tak memungkinkan lagi.

"Aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan. Rasa sakitmu, rasa sakitku juga. Aku mencintaimu, Clara."

Sepasang mata sipit bening meneduhkan itu memancarkan kelembutan. Kelembutan yang menenangkan hati. Clara merasa tenang di bawah tatapan itu. Hatinya terasa dikuatkan. Ia pasti mampu melewati semua ini. Sebelum Clara masuk ruang operasi, Calvin mencium keningnya. Menggenggam tangannya erat. Menyalurkan kekuatan.

Pintu tertutup rapat. Calvin resah, Calvin gelisah. Blogger, peragawan, dan petinggi perusahaan super tampan itu tak dapat menahan kecemasannya. Dalam hati ia terus berdoa. Meski janin di rahim Clara bukan anak kandungnya, meski bukan darah dagingnya, ia telah berjanji untuk mencintai anak itu sepenuh hati. Merawat dan membesarkannya dengan penuh kasih. Maka, Calvin pun mendoakan kelahiran anak itu dengan selamat dan sehat.

Beberapa orang berlarian di koridor ruang operasi. Mereka menghampiri Calvin, beberapa di antaranya langsung menjatuhkan diri di kursi. Panik dan kelelahan.

"Calvin, mendadak sekali." Silvi terengah, merapikan rambutnya.

"Iya. Itu pula yang ingin kutanyakan. Bbukankah prediksinya seminggu lagi?" tukas Sarah penasaran.

"Entahlah. Rencana Allah lebih cepat dibanding prediksi dokter." jawab Calvin diplomatis.

Silvi meliriknya dari ekor mata. Seperti biasa, selalu begitu. Lama mengenal Calvin, Silvi paham banyak hal tentangnya. Calvin menangkap lirikan mata Silvi. Perasaannya tak menentu. Seperti ada sepasang mata lain tak kelihatan yang mengerlingnya.

"Mengapa harus caesar? Memangnya Clara tak cukup kuat untuk melahirkan secara normal?" Anton melontarkan pertanyaan, memuaskan rasa ingin tahunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun