Setengah jam berselang, Rossie turun lagi. Kali ini sudah berganti pakaian. Tubuhnya terlihat lebih segar. Wangi Escada the Moon Sparkel menyertai kehadirannya. Calvin menatap tak puas-puas wanita jelita di hadapannya. Ingin rasanya ia peluk wanita itu lagi. Namun ditahannya keinginan itu, tak ingin membuat Rossie jengah.
"Apa yang ingin kamu bicarakan, Rossie Sayang?" Calvin memulai ketika Rossie duduk di sampingnya.
"Jangan harap aku akan betah tinggal di rumah sebesar ini hanya dengan pria tak laku dan tak tahu diri sepertimu." tukas Rossie to the point.
Sudah ia duga. Inilah risiko. Risiko atas keputusan yang diambilnya. Calvin memutuskan hidup bersama Rossie, maka inilah salah satu risikonya. Menjalani saja, itulah kuncinya.
"Iya, Rossie. Suamimu ini memang tidak laku...tidak tahu diri. Kenyataan...tapi, pria tidak laku ini beruntung bisa mengenal wanita secantik dan sebaik dirimu." ungkap Calvin tulus.
"Tidak usah memuji! Aku tidak percaya, bahwa pujian itu tulus!" sergah Rossie tersinggung.
Calvin berkata menyabarkan. "Itu bukan pujian, Rossie. Tapi kenyataan. Kamu cantik, kamu baik, saleh, dan istimewa. Kamu wanita baik yang mau dinikahi pria infertil dan tidak laku, juga tidak tahu diri, seperti Calvin Wan."
Rossie menghempas nafas kesal. Makin tak sabar mendengar dan melihat sikap super lembut suaminya.
"Ah sudahlah! Dari awal, kita sudah sepakat untuk tidur terpisah kan? Bisnis kita urus bersama-sama, tapi jangan harap kamu bisa mendapat cintaku!"
Kalimat terakhir tajam menusuk perasaan. Calvin mengangguk lemah. Rossie kembali melanjutkan.
"Aku tidak mau tinggal berdua saja di sini denganmu. So, aku ingin..."