"Iya, Silvi."
Gadis cantik bergaun hitam dan pria tampan berjas dengan warna senada itu melangkah bertautan tangan. Menyusuri koridor menuju lift. Orang-orang yang berpapasan dengan mereka melempar pandang aneh. Penasaran bercampur iri. Calvin dan Silvi memang serasi.
Pintu lift berdenting terbuka. Silvi menggenggam erat tangan Calvin. Saat itu, mereka hanya berdua di dalam lift. Sesuatu menggelitik hatinya. Diam-diam Silvi berharap, liftnya mati dan dirinya akan terjebak bersama Calvin di dalam sini. Dirinya tak keberatan terjebak di dalam lift bersama pria setampan Calvin Wan. Dengan begitu, ia bisa lebih lama lagi menikmati ketampanan pria oriental itu.
"Calvin?"
"Ya?"
Getaran aneh merayapi hati Silvi. Debar di jantungnya membuatnya kesulitan mengungkapkan sesuatu. Calvin menunggu dengan sabar.
"Maukah...maukah kamu datang ke pernikahan Sarah tujuh bulan lagi?"
Sudah, selesai sudah. Tersampaikanlah apa yang ingin Silvi sampaikan. Hatinya lega luar biasa. Akhirnya, setelah berhari-hari mengumpulkan keberanian, ia bisa menyampaikan undangan tak langsung itu pada pria pujaan hatinya.
"Dimana acaranya? Kapan tanggal pastinya?" tanya Calvin.
"Nah itu...keluarga besar masih memikirkan tanggal pernikahannya. Yang jelas acaranya tidak di sini. Mereka masih memilih-milih hotel, menentukan kota yang tepat untuk berkumpul bersama dan memungkinkan bagi keluarga, dan mempertimbangkan banyak hal." jawab Silvi setenang mungkin.
"I see. Lihat nanti ya. Bisa memungkinkan atau tidak." kata Calvin, tersenyum menawan.