"Silvi? Mengapa aku harus berterima kasih padanya?"
"Karena di sana ada bantuan Silvi juga."
Mendengar itu, Intan tertawa. Ada nada meremehkan di sana. Clara memandangnya sinis.
"Silvi, adikmu itu? Dia tidak bisa apa-apa. Memangnya, dia bisa bantu apa?"
Sorot mata Clara makin berbahaya. Sementara Intan meneruskan ucapannya.
"Adikmu itu anak manja, Clara. Hanya anak kecil yang masih sering kaukuncirkan rambutnya. Tipe mahasiswi labil yang hanya bisa menyusahkan orang tua. Pasti dia mengaku-ngaku itu uang pribadinya, padahal itu uang orang tua kalian yang berlebih. Kamu mau saja ditipu..."
"Stop it! Beraninya kamu menghina Silvi! Kamu tidak tahu apa-apa!" bentak Clara marah.
Wanita penyuka hamster, kucing, dan kelinci itu bangkit dengan cepat. Tanpa sadar melempar lunchboxnya. Isinya berhamburan. Intan ketakutan. Tak menyangka Clara semarah itu gegara dirinya mengata-ngatai Silvi.
"Adik kecilku itu spesial! Kamu tidak tahu apa-apa tentang dia! Asal kamu tahu saja ya, dia paling muda dari kita tapi dia beberapa langkah lebih maju darimu!"
Nyata sekali Clara tersinggung. Adik cantiknya dihina, ditertawakan, dan direndahkan. Dia tak terima.
"Aku sangat menyayangi Silvi! Tadi kamu bilang, adikku anak manja yang masih sering kukuncirkan rambutnya! Terus kenapa? Toh aku suka menguncirkan rambut Silvi! Ya biar saja kumanjakan dia dengan caraku! Apa pun akan kulakukan untuk membuatnya bahagia! Termasuk bila aku harus melepas Calvin..."