Silvi duduk dengan canggung di pinggir kursinya. Menatap wajah sepupu jauhnya lama-lama. Mematrinya di hati. Memenuhi kuota kerinduannya yang membengkak dan terus membengkak. Tak sadar bila pria lain yang menyingkir ke Alphardnya tengah patah hati.
"Benarkah Sarah akan menikah dengan Yogi?" Anton membuka pembicaraan.
Refleks Silvi menengadah. "Iya. Enam bulan lagi."
Helaan nafas berat menyusul. Silvi paham, amat paham. Mata hatinya bergerak menembus kedalaman hati Anton.
"Syukurlah." ucap Anton akhirnya.
"Tak apa-apa kalau kamu ingin bersedih. Tumpahkan saja di sini. Tangan dan hatiku siap menampungnya." tawar Silvi lembut.
"Ikhlas, Silvi. Itu yang sekarang sedang berusaha aku jalani. Tapi untuk itu aku butuh kamu."
Mendengar itu, si gadis bermata biru tertegun. Perkataan Anton terucap begitu letih, sekaligus ikhlas, sekaligus pasrah. Bukan hanya itu. Ucapannya, seperti dialog tokoh Fahri dalam film Ayat-Ayat Cinta 2.
"I see. Aku akan ada...selama kau butuh aku." ungkap Silvi tulus.
"Sekarang ini, Sarah sudah ada yang memiliki. Kamu ingat kan? Dulu dia teman pena...kami sering main surat-suratan." Anton tersenyum sedih, mengingat kembali kenangan masa kecilnya.
"Iya, aku ingat. Lalu aku dekat denganmu, kamu sering main ke rumahku. Kamu dulu aktif sekali...banyak bicara, sering membuat orang tua kita tertawa dengan tingkahmu."