Brak!
Silvi membanting pintu di depan wajah Calvin. Sekuat tenaga ia hempaskan pintu jati itu. Pedih hatinya melihat pria oriental itu lebih lama lagi.
Tak menyerah, Calvin kembali mengetuk pintu. Membujuk Silvi untuk membukanya. Meminta si gadis darah campuran mendengarkan penjelasannya.
Di luar dugaan, pintu kembali terbuka. Calvin menghela nafas lega. Bersyukur akhirnya Silvi memberi kesempatan kedua. Sayang sekali, kenyataannya tidak.
Silvi malah mendamprat Calvin habis-habisan. Mata birunya berkilat marah. Bertelekan pinggang, gadis itu meneriaki Calvin.
"Puas kamu mengataiku berbahaya?! Puas membuatku menangis? Pergi kamu, Calvin Wan!"
Pria Tionghoa itu menunduk, menyesali kekeliruannya. Tak semestinya ia bawa masa lalu Silvi dalam candaan. Tak seharusnya Calvin menyinggung perasaan Silvi.
"Maaf...maafkan aku." Calvin bergumam pelan, menatap lurus sepasang mata biru yang berkobar penuh amarah itu.
"Terlambat! Pergi kamu! Pergi!"
Didorongnya tubuh Calvin. Sejauh mungkin darinya. Silvi kesal, marah, bercampur gemas pada blogger super tampan ini. Baginya, Calvin sudah keterlaluan.
"Apa aku tidak boleh minta maaf?" tanya Calvin.