Detik berikutnya Silvi bersyukur telah menolak tawaran Ta'aruf dari Riza. Kelihatannya saja alim, namun sesungguhnya culas dan arogan. Tangan Silvi terkepal. Ditatapnya Riza penuh kebencian.
"Lebih baik kamu keluar! Pergi dari rumahku! Bukankah sudah kujelaskan alasanku menolakmu?" seru Silvi.
"Kamu menolakku hanya karena aku tidak berdarah campuran! Alasan konyol! Allah tidak memandang manusia dari suku dan rasnya, tapi..."
"Stop! Aku tidak butuh tausyiahmu. Aku harus pergi sekarang."
Setelah berkata begitu, Silvi merapatkan syalnya. Berlari kecil ke garasi. Tak mempedulikan Riza, tak peduli pula pada rasa dingin yang menjalari tubuhnya.
"Hei...sudah siap? Ayo kita berangkat," Clara menyambutnya hangat. Silvi baru saja masuk ke mobil dan menutup pintunya.
Toyota Yarris itu melaju pergi. Clara mengemudikan mobil penuh konsentrasi. Sesekali melirik GPS.
"Masih ada waktu. Kita jalan-jalan sebentar ya?" tawar Clara.
"Tapi aku bisa ketinggalan pesawat..." Silvi ingin menolak, khawatir bercampur ragu.
"Tidak, tidak akan. Kita akan sampai tepat waktu. Aku ingin jalan-jalan bersamamu, Princess. Oh ya, aku juga ingin makan bersamamu. Kamu mau dinner dimana?"
Jalan-jalan dengan Clara, sudah lama tak dilakukannya. Toh hari ini Clara kelihatannya tidak sibuk. Punya banyak waktu senggang. Berjalan-jalan sebentar sebelum menempuh perjalanan udara ke negeri singa nampaknya boleh juga.