"Ready," ujar Silvi ceria.
Sejurus kemudian Calvin meraih lembut tangannya. Nyonya Atikah tersenyum-senyum memperhatikan mereka berdua. Manakah sesungguhnya yang dicintai Calvin, Clara atau Silvi? Dua anak gadisnya ditakdirkan dekat dengan putra pengusaha Tionghoa sukses itu.
"Hati-hati ya. Jangan lama-lama, Calvin." Nyonya Atikah berpesan, mengantar mereka sampai ke halaman depan.
Range Rover kesayangan Calvin telah menanti. Silvi disergap waswas, menduga Calvin akan menyetir sendiri. Ternyata tidak. Salah satu supir keluarga duduk di balik kemudi.
Mobil melaju pergi. Menyusuri kompleks perumahan, lalu meluncur mulus di jalan raya. Silvi duduk di sisi Calvin, amat menikmati perjalanannya ini. Sudah lama dia tak pergi berdua dengan pria pujaan hatinya. Betapa rindunya ia akan saat-saat seperti ini.
Sebuah cafe yang terkenal dengan menu pastanya mereka datangi. Dengan gallant, Calvin membukakan pintu mobilnya untuk Silvi. Lembut menuntun gadis itu. Hati Silvi terasa hangat sewaktu Calvin menyelipkan jemari tangannya ke dalam rengkuhan tangannya sendiri.
Fettucini, pizza, dan Italian chocolate menemani mereka. Getaran-getaran halus terasa di hati Silvi. Betapa lembutnya sikap Calvin. Betapa halus cara bicaranya. Betapa sabar dirinya membantu Silvi.
"Mau kupotongkan? Biar kamu lebih mudah..." tawar Calvin penuh perhatian, disambuti anggukan Silvi.
Dengan telaten, Calvin membantu Silvi. Menyendokkan fettucini untuknya, mengaduk Italian Chocolate untuknya. Semua itu ia lakukan dengan sabar, lembut, dan penuh kasih. Tak ada tanda-tanda kekesalan dan kejenuhan sama sekali.
"Thanks Calvin. Sorry aku merepotkanmu," ucap Silvi.
"Tidak Silvi, sama sekali tidak merepotkan."