Ingin rasanya Silvi bertukar jiwa dengan Clara. Agar ia tahu bagaimana rasanya dicintai Calvin. Silvi tak ingin lagi menjadi Silvi, melainkan ia ingin menjadi wanita lain. Ingin bertukar posisi dengan Clara.
"Kalau kekasihku yang berselingkuh, sudah kuputuskan dia. Tidak akan kumaafkan dia dan selingkuhannya." lanjut Adica.
Tertangkap getar kemarahan dalam suaranya. Tatapannya pun memancarkan emosi yang lebih dalam. Tatapannya berubah tajam saat mengarah pada Calvin. Refleks Calvin menundukkan wajahnya. Betapa tidak enaknya menjadi pria tampan. Selalu tertuduh, selalu dicurigai, dianggap ancaman bagi pria-pria lainnya. Padahal, siapa yang minta terlahir tampan? Ketampanan adalah anugerah, Calvin percaya itu.
Ketampanan Calvin membuat hidupnya tak tenang. Banyak pria iri padanya. Tak sedikit yang takut kekasih mereka akan jatuh cinta pada Calvin. Waktu kuliah, Calvin sering di-bully teman-teman pria karena ia terlalu tampan. Jangan senang dulu saat terlahir tampan dan cantik. Hidup takkan tenang.
Calvin yang tampan sebenarnya lebih cocok bersama Silvi yang cantik. Mereka memiliki banyak kesamaan. Silvi memahami Calvin, sebaliknya Calvin memahami Silvi. Mengapa harus Clara? Dan mengapa bukan Silvi? Celakanya, Calvin sering menghibur Silvi. Ia meyakinkan Silvi akan mendapatkan pengganti yang lebih istimewa.
** Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H