"Hai Silvi. Long time no see." Calvin balas tersenyum, mengulurkan satu tangannya. Menuntun gadis cantik itu duduk berhadapan dengannya.
Sesaat Cclara bingung. Tak tahu harus duduk dimana. Satu-satunya pilihan adalah sofa empuk di samping Calvin. Mau tak mau ia mengenyakkan tubuh di sana. Duduk manis di sisi blogger super tampan itu.
Tak bisa mencegah dirinya sendiri, Silvi menatapi Clara tak berkedip. Cemburu? Mungkin saja. Yang jelas, ia tidak suka Clara dekat-dekat Calvin. Gadis bermata biru itu menutupi perasaannya dalam diam.
"Wow, kamu hafal kesukaan kita ya? Semua menu ini kamu yang pesan, kan?" kata Cclara terkesan.
"Yups. Adica sempat cerita padaku, kamu suka American Favourite Signature. Kebetulan aku dan Silvi juga menyukainya. Mudah kan?"
"Ah...thanks, Calvin. Ini kesukaanku."
Mereka bertiga mulai menikmati pizza, bread garlic, dan milkshake. Terlihat Clara dan Calvin lebih banyak mengobrol berdua. Saling tatap, sesekali melempar senyum. Sekali-dua kali tertangkap oleh Silvi gerakan tangan keduanya. Calvin dan Clara tak sengaja berpegangan tangan.
Pemandangan di depannya sungguh tak tertahankan. Terus saja Silvi menggigiti bibirnya. Perasaannya sulit dilukiskan. Dirinya seperti boneka hias saja di sana. Tak dipedulikan, tak dilibatkan, hanya menjadi pelengkap. Sebuah pikiran nakal bermain di kepala Silvi. Andai saja Clara lenyap ditelan lantai sekarang juga, meninggalkan Silvi dan Calvin hanya berdua saja, mungkin segalanya akan kembali normal. Perhatian Calvin akan tercurah seratus persen hanya pada Silvi. Tidak terbagi untuk perempuan lain.
"Ow...sakit!" Clara berseru tertahan, menghisap ibu jarinya yang berdarah.
"Hei...are you ok? Kepotong ya? Sini sini..." tanya Calvin penuh perhatian. Memajukan posisi duduknya, memegang lembut ibu jari Clara.
Sedetik. Tiga detik. Lima detik. Tujuh detik. Dua perempuan cantik berdebar-debar menunggu apa yang akan dilakukan Calvin. Pada detik kedelapan...Calvin mencium ibu jari Cclara. Sempurna menciumnya. Meletakkan bibirnya di atas jari yang terluka itu.