"Calisa?" Calvin terperangah, tak menyangka Calisa menyusulnya.
"Aku mengkhawatirkanmu, Calvin Sayang." desis Calisa, mendekap erat pria yang beberapa menit lalu bertunangan dengannya.
"Maaf. Aku...aku kelewatan ya?"
"Tidak apa-apa. Sudah kumaafkan," Calvin berujar lembut. Membelai rambut Calisa.
"Oh terima kasih. Hatimu lembut, Calvin. Aku tidak salah pilih. Kamu tidak akan meninggalkanmu, kan?"
"Meninggalkanmu? Tidak. Aku tidak akan meninggalkanmu, Calisa."
Kelegaan mewarnai wajah Calisa. Ia memeluk Calvin makin erat. Tangan kanannya terulur, menghapus sebercak darah yang masih tersisa.
"Ada darah di bajumu," bisik Calisa halus.
"No worries, Calisa."
"Pasti aku telah membuatmu sakit. Pertunangan ini juga menyakitimu, kan? Makanya kamu tidak menulis hari ini. Kamu tidak menulis karena kamu sakit. Iya, kan?"
"Aku tidak menulis bukan karena aku sakit, Calisa. Tapi karena aku ingin memastikan hari pertunanganku berjalan sempurna. Jika aku menulis, konsentrasiku terbagi. Hari ini, seluruh pikiranku, perhatianku, dan cintaku tercurah padamu."