Selama hal itu terjadi, apakah Revan merasa iri? Ternyata tidak. Ia bahkan tersenyum. Memperhatikan Calvin dengan penuh ketertarikan. Sama seperti Calvin yang menganggap Revan pribadi yang mengagumkan, Revan pun terkesima pada Calvin. Satu kesan Revan untuk Calvin: pria oriental yang berbakat dan memesona.
Revan tidak menilai Calvin sebagai rival. Ia justru ingin berteman dengannya. Maka, Revan tak keberatan saat Calvin mengajaknya bernyanyi bersama. Duet antara Calvin featuring Revan membuat seisi cafe makin terbius pesona. Dua penyanyi tampan berduet membawakan Stitches dari Shawn Mendes. Beberapa tamu wanita tak segan memotret mereka. Revan terkejut, jelas tak siap dengan kelakuan mereka. Sementara Calvin rileks saja. Sudah terbiasa menghadapi fans. Ada fans, ada haters kan?
** Â Â Â
Ruang kerja manager di lantai dua cafe dipenuhi tawa. Mereka berempat terus saja tertawa sejak tadi. Intens memperhatikan tingkah Calvin dari CCTV.
"Calvin maunya apa sih? Asli, kocak banget!" Elby berkomentar di sela tawanya.
"Dia lagi tebar pesona. Kalian kayak nggak kenal Kak Calvin aja," jelas Syifa.
"Tebar pesona sih tebar pesona. Tapi kok sampai segitunya? Itu tebar pesona atau cari perhatian ya?" timpal Adica.
"Biarin aja. Kita lihat Calvin Wan beraksi. Kalau dipikir-pikir, dia pintar membawa diri. Di kantor, dia berwibawa. Di catwalk, dia profesional. Di rumah, dia kebapakan. Di cafe, dia kocak." Albert mengakhiri, tersenyum lebar memandangi cctv.
Sebenarnya cafe ini milik teman baik Adica. Sedikit-banyak ia tahu rencana besar mereka. Bahkan ia mendukung ketika Revan direkomendasikan sebagai mata pengganti. Ia tahu persis track record Revan dan Calvin. Tak heran bila Calvin dengan mudah diterima bekerja sebagai penyanyi di cafe ini.
"Oh lihat! Calvin ajak si Revan nyanyi bareng! Cool!" Adica berseru antusias.
Sontak perhatian mereka kembali tertuju ke CCTV. Melihat bagaimana cara Calvin mendekati Revan. Di sinilah persahabatan mereka mulai terjalin akrab.