Tiga pasang mata menatapinya. Cecilia menatap sendu, Caroline melempar tatapan kecewa, dan Celine menatapnya penuh kebencian. Ruang keluarga sempurna senyap. Sampai akhirnya, Celine bangkit dari sofa. Menunjuk sang adik bungsu dengan jarinya, ia berkata dengan suara keras penuh emosi.
"Calvin Wan! Jelaskan semuanya!"
Calvin membalas pandangan kakaknya. Kakak perempuan yang sangat membencinya. Kakak yang tak pernah mencintainya.
"Bagaimana bisa kamu berhubungan dengan gadis yang berbeda agama dengan kita?! Apa maumu, Calvin?! Kamu mau murtad?! Mau berhenti mengimani Al-quran dan Nabi Muhammad?!" Suara Celine makin menggelegar.
"Aku tidak akan pernah murtad, Celine." Calvin berkata dingin.
"Lalu, kenapa kamu mencintai gadis itu?! Jelas-jelas dia berbeda! Ingat Calvin, dia berbeda dari kita!"
"Cukup Celine, cukup!" sela Cecilia. Matanya berkaca-kaca. Di mata Calvin, Cecilia adalah bidadari. Kakak pertamanya itu paling cantik, paling anggun, dan paling lembut hatinya.
Cecilia mendekati Calvin. Memeluknya dengan wajah sendu berurai air mata. Tak tega adiknya dihakimi oleh Celine.
"Calvin," panggil Caroline hati-hati.
"Tadi teman-temanku melihatmu di gereja. Apa yang sebenarnya kamu lakukan di sana? Coba ceritakan,"
"Aku hanya menemani Anastasia. Demi Allah aku tidak mau dan tidak akan pernah mau murtad. Anastasia juga tidak pernah membujukku pindah agama. Kalian percaya padaku?"