Wahyu berhasil menarik perhatian mereka berdua. Tuan Calvin melepaskan tangan dari dagu Nyonya Calisa. Nyaris saja Nyonya Calisa jatuh dari kursinya. Ia lupa kalau mereka tak berdua di sini.
"Dunia serasa milik berdua ya?" komentar Wahyu, tersenyum simpul.
"Sebenarnya, apa yang kalian bicarakan? Membuatku bingung."
Nyonya Calisa pun menjelaskan tentang kebiasaan Tuan Calvin. Berbagi di Hari Jumat. Wahyu terkesan mendengarnya.
"Wow...aku mau bantu. Apa yang harus kulakukan, Calvin? Merayu dokter cantik itu agar mengizinkanmu keluar sebentar?" Wahyu merespon positif.
"Nah, cocok. Kamu bisa, kan? Rayu saja dia. Kalau tidak mempan, buatkan puisi cinta untuk dia. Seperti yang pernah kamu lakukan pada seorang suster cantik beberapa tahun yang lalu."
** Â Â
Wahyu mengangkat tubuhnya ke mobil. Sesaat Tuan Calvin merasa bersalah. Ia telah merepotkan ayah kandung Reinhart itu. Sebaliknya, Wahyu merasa tak direpotkan. Ia lakukan semuanya dengan ikhlas dan senang hati.
Nyonya Calisa, Clara, dan Reinhart melipat kursi roda. Memasukkannya ke bagasi mobil.
Mobil meluncur mulus meninggalkan rumah sakit. Wahyu berada di balik kemudi. Hanya tertawa kecil saat mendengar ucapan terima kasih Tuan Calvin untuk kesekian kali.
"Kamu ini orang baik, Calvin. Sangat sangat baik." puji Wahyu.