Umrah, satu kata itu melekat kuat di hati Tuan Calvin. Hingga perjalanan kembali ke rumah sakit, ia masih memikirkan kata itu. Haruskah ia umrah? Benarkah umrah adalah jalan menuju kesembuhan? Pertemuan dengan pria itu adalah petunjuk Allah.
"Calvin, ada apa? Kamu sakit lagi?" Nyonya Calisa berucap lembut.
"Aku memikirkan kata-kata penyapu jalan itu, Calisa."
"Soal umrah?"
"Iya. Aku ingin umrah. Tapi kondisiku tidak memungkinkan. Aku tidak ingin merepotkan di sana."
Nyonya Calisa berpikir sejenak. Terlintas sebuah ide di benaknya.
"Biar aku yang umrah, Calvin. Kamu tetap di sini. Jaga kesehatan dan fokus pada pengobatan."
Bahagia terpancar di kedua mata itu. Tuan Calvin memegang lembut pundak istrinya. Menatapnya penuh cinta.
"Kamu mau, Sayang?"
"Of course. Aku akan melakukannya. Demi kamu, demi kesembuhanmu. Pertemuan dengan pria tadi adalah petunjuk dari Allah. Agar kita berdoa di sana, memohon kesembuhan di sana."
Dalam gerakan slow motion, Tuan Calvin memeluk Nyonya Calisa. Rasa cinta dan terima kasih mengalir tanpa kata.