Seperti bintang-bintang
Hilang ditelan malam (Ajeng-Saat Kau Tak Di Sini).
Kini, Nyonya Lola menghabiskan sisa hidupnya sendirian. Ia menikmati kesepian dan kesedihannya. Bahkan Nyonya Lola mulai terbiasa dengan datangnya kesedihan demi kesedihan dalam hidupnya. Ia telah kehilangan banyak orang yang dicintainya: ketiga anak perempuannya, Tuan Febrian, dan Dokter Yunus. Kemungkinan besar ia akan kehilangan lagi. Wanita jelita berdarah Tionghoa itu menyiapkan mental. Ia akan ikhlas bila Allah mengambil putra tunggalnya, putra kesayangannya yang mewarisi 95% bagian dirinya.
Telepon pintarnya berdering. Ternyata menantunya yang cantik.
"Halo, Calisa. Ada apa, Sayang?"
Video call memudahkan Nyonya Lola untuk melihat apa yang terjadi. Terlihat menantu cantiknya itu ada di lorong rumah sakit. Nyonya Lola mengenali tempat itu sebagai lorong yang mengarah ke ICU. Firasat buruk menyelinap ke benaknya.
"Kenapa, Sayang?" ulang Nyonya Lola, lembut dan penuh kekhawatiran.
"Calvin kritis, Ma. Dia ada di ICU sekarang."
"Astaghfirulah...bagaimana bisa, Calisa? Apa yang terjadi?"
"Saat aku memberi tahu kalau Wahyu bersedia mendonorkan hati untuknya, tiba-tiba Calvin shock dan jatuh pingsan. Kata dokter, kondisinya kritis. Sel kanker sudah menyebar ke saluran pencernaannya. Usus halusnya bocor...perforasi, begitu istilahnya. Calvin harus segera menjalani operasi."
Sambil mendengarkan penjelasan menantu cantiknya, Nyonya Lola terburu-buru melangkah ke garasi. Meminta supir menyiapkan mobil. Dalam lima menit, Nyonya Lola telah meninggalkan villa.