Vas kristal itu dibanting sekuat tenaga. Pecah dan hancur di lantai. Mendengar kegaduhan di lantai bawah, Nyonya Lola disergap kecemasan. Cepat-cepat ia melangkah menuruni anak tangga. Mengabaikan kondisi tubuhnya yang melemah dari hari ke hari.
"Calvin...berhenti, Sayang. Jangan lakukan itu lagi." Nyonya Lola memohon dari atas tangga.
Di anak tangga keempat, Nyonya Lola terjatuh. Sungguh tak terduga. Wanita jelita itu mengerang kesakitan. Darah segar mengalir tanpa henti.
"Lola! Apa yang terjadi denganmu?! Ada anakku di dalam kandunganmu!" Dokter Yunus setengah berteriak. Kemarahannya makin memuncak.
Calvin jauh lebih cepat darinya. Ia berlari menaiki tangga. Mengangkat tubuh ramping Nyonya Lola. Amat membenci sikap Dokter Yunus. Istrinya kesakitan luar biasa, ia justru menyalahkan dan tidak mempedulikan kondisinya.
Dalam kemarahan, Calvin mendorong tubuh Dokter Yunus. Hanya menghalangi jalannya saja. Ia segera membawa Mamanya ke rumah sakit.
Dalam perjalanan, Nyonya Lola terus merasakan sakit. Calvin menguatkannya. Menjaga Mamanya, waswas memperhatikan supir keluarga yang mengemudikan mobilnya secepat mungkin.
"Mama pasti kuat...ya? Mama pasti bisa," Calvin berkata lembut. Meraih tangan kanan Nyonya Lola. Lembut mencium jemarinya. Mensugestikan kekuatan.
Andai saja ia bisa, ingin rasanya rasa sakit Nyonya Lola dipindahkan ke tubuhnya saja. Agar Nyonya Lola tak merasakan sakit lagi. Calvin tak tega melihat kondisi Mamanya. Berat, semua ini terlalu berat.
** Â Â
Tiba di rumah sakit, Nyonya Lola segera ditangani tim dokter terbaik. Calvin mengusahakan semua itu untuk Mamanya. Diputuskan segera untuk operasi. Kondisi Nyonya Lola sudah cukup parah.