"Jangan harap dia kembali. Clara sudah jadi milikku, selamanya akan begitu."
Inkonsistensi. Baru beberapa jam lalu Tuan Calvin mengkritik artikel Nyonya Calisa. Ternyata ia sendiri baru saja mendiskreditkan orang miskin. Syarif jadi korbannya. Tak mengapa, nobody perfect. Percayalah, Tuan Calvin melakukan itu karena rasa cintanya pada Clara.
** Â Â Â
Syarif menurunkan gelasnya. Selera makannya hilang tak bersisa. Tuan Calvin pasti sengaja membangkitkan kemarahannya. Pamer kemesraan dengan Clara dan Nyonya Calisa. Menunjukkan betapa bahagianya mereka.
Realitanya mereka bertiga memang bahagia. Sangat serasi pula. Apa lagi yang kurang?
Kali ini mereka bernyanyi bersama diiringi dentingan lembut piano. Tuan Calvin sendiri yang memainkannya. Sombong sekali, pikir Syarif geram. Mengepalkan tangan di pangkuannya. Meski jengkel, mau tak mau Syarif minder juga. Tuan Calvin berbakat. Kalau dirinya, mana pernah menyentuh alat musik? Tanpa Tuan Calvin, Clara takkan bisa bernyanyi dan bermain musik. Apa jadinya bila Syarif yang membesarkan Clara?
"I love it, I hate it, and I can't take it. But I keep on coming back to you..."
Saat menyanyikan lirik 'Back to You', Tuan Calvin melempar pandang penuh arti ke arah Syarif. Tatapannya mengisyaratkan untuk tidak mengharapkan Clara kembali. Apa pun yang terjadi, Clara takkan kembali ke pelukan Syarif. Sia-sia saja Syarif terus berharap Clara akan kembali.
Hati Syarif kembali terasa sakit. Sampai kapankah ia harus bertahan dalam situasi ini? Tidak dianggap, tersakiti, dan terinjak harga dirinya? Kapankah takdir berpihak padanya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H