"Permisi, Tuan Calvin yang terhormat." Syarif menekan kata-katanya. Sakit hati dengan perilaku pria yang dianggapnya pura-pura baik itu.
"Tak perlu seperti itu." balas Tuan Calvin dingin.
"Kalau bukan karena teman-temanmu, aku takkan mau mengundangmu ke sini."
Syarif memegang erat pisau di tangan kirinya. Hatinya bergejolak dengan kemarahan.
"Aku juga tidak memintanya."
"Sombong sekali kamu. Sadar siapa dirimu, Syarif. Hanya ayah kandung yang tidak bisa apa-apa."
Ini sudah keterlaluan. Bukankah Tuan Calvin yang terjatuh dalam arogansi? Dengan kekuasaan dan kekayaannya, ia memisahkan Syarif dari Clara. Syarif dibuat tak berkutik dengan kelimpahan materi yang dimiliki Tuan Calvin.
"Harusnya aku yang mengatakan itu," desis Syarif.
"Kamu, Calvin Wan. Pria kaya yang angkuh dan menghalalkan segala cara untuk menjauhkan anak perempuan dari ayah kandungnya. Pria yang terlalu banyak pencitraan. Kamu berlindung di balik wajah alim dan amal baik."
Tuan Calvin stay cool. Ia tak peduli dengan penilaian Syarif.
"Whatever," katanya tajam dan penuh percaya diri. Membuat Syarif kebingungan. Pria berkulit hitam itu tak mengerti Bahasa Inggris.