Air mata Nyonya Calisa meleleh. Mudah sekali Allah membalikkan hati. Mula-mula benci, kini menjadi cinta. Semudah itu pula Allah membalik hati Nyonya Calisa.
** Â Â Â
Bertahun-tahun lalu, Nyonya Calisa menjalani pernikahan dengan Tuan Calvin tanpa cinta. Siapa yang mau menjalani pernikahan seperti itu?
Cinta pertama akan selalu terkenang. Nampaknya, kalimat itu mampu merepresentasikan perasaan Nyonya Calisa. Setelah menikah dengan Tuan Calvin, cinta Nyonya Calisa hanya untuk pria lain. Nyonya Calisa tidak pernah mencintai Tuan Calvin.
"Wahyu...kenapa kamu pergi dariku? Kenapa kamu membiarkanku dinikahi si Calvin penyakitan dan mandul itu?" tangis Nyonya Calisa, menatap muram layar laptopnya. Memandang lekat-lekat potret cinta pertamanya.
"Kenapa kamu malah menikahi Marla, bukan aku?"
Tangan Nyonya Calisa gemetar saat menggerakkan mouse. Membuka program Microsoft Word, lalu mulai mengetikkan sesuatu. Wanita cantik yang pernah mengajar anak-anak di pedalaman Kalimantan Selatan dan relawan Kelas Inspirasi itu menumpahkan kesedihannya dalam tulisan. Puisi-puisi dan cerita pendek yang terpublikasi di blognya selalu bernuansa kepedihan. Nyonya Calisa tak dapat menahan perihnya hati saat menuliskan semua itu.
Derap langkah kaki menuruni tangga mengusik perasaannya. Konsentrasinya terpecah. Ternyata Tuan Calvin. Ia mendekati Nyonya Calisa. Merangkul hangat lengannya. Nyonya Calisa tak menolak, tak juga membalas.
"Kamu belum tidur?" Tuan Calvin bertanya lembut.
"Nanti," jawab Nyonya Calisa singkat.
"Sudah malam, Calisa. Jangan sampai kamu kurang istiraahat." bujuk Tuan Calvin, lembut dan sabar.