Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ke Mana Hatiku Akan Bermuara?

16 Mei 2017   06:58 Diperbarui: 16 Mei 2017   07:59 1590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu kalimat bernada sangat halus disertai senyuman manis. Anton menatap Sarah tak mengerti. Cahaya kebahagiaan perlahan meredup.

“Kita ini saudara, Anton. Meski masih memungkinkan bagi kita untuk menikah, tapi tetap saja aku tak bisa mencintaimu sebagai suamiku. Aku mencintaimu sebagai saudara dan sahabat penaku. Ada bermacam-macam cinta di dunia ini. Cinta sepasang kekasih, cinta anak pada orang tuanya, cinta Tuhan pada makhluk ciptaan-Nya, dan cinta seseorang pada saudaranya. Cintaku padamu termasuk ke dalam jenis yang terakhir. Justru cinta seperti itu akan abadi, tulus, dan tak bersyarat.”

“Mengapa kamu seyakin itu, Sarah? Bukankah cinta pria dan wanita yang mengikat diri dalam pernikahan jauh lebih kuat?” Anton mempertanyakan pernyataan Sarah.

“Betul, cinta yang dilandasi komitmen pernikahan akan lebih kuat. Tapi, cobalah lihat berbagai kemungkinan. Jika aku dan kamu menikah, kita akan hidup bersama. Di tengah kehidupan yang kita jalani, kita tak pernah tahu ujian dan masalah apa yang menghadang kita. Bayangkan bila pernikahan kita bermasalah. Masalah datang tanpa henti. Anton, badai permasalahan yang datang bertubi-tubi bisa membekukan hati, memusnahkan cinta, dan memupuk kebencian. Lalu, kita bercerai. Selepas perceraian, bisa-bisa kita tak lagi saling mencintai. Baik sebagai suami-istri maupun sebagai saudara. Dari cinta menjadi benci, dari kagum menjadi jijik, dari ramah menjadi marah. Kamu mau seperti itu?”

Anton terdiam. Tak kuasa menjawab. Batinnya membenarkan semua ucapan Sarah.

“Aku tak ingin menikah denganmu justru karena tak ingin membencimu suatu saat nanti. Aku ingin selamanya mencintaimu, Anton. Sebagai sepupuku, sebagai sahabat penaku.”

Dari dalam tasnya, Sarah mengeluarkan setumpuk surat. Itulah surat-surat masa kecil mereka.

“Kamu masih menyimpannya?” lirih Anton, terpana menatapi surat-surat itu.

“Tentu saja. Di dalam sini, kusimpan semua kenangan dan rasa cintaku padamu. Kamu saudaraku yang sangat baik, Anton.”

Pandangannya berubah sendu. Tumpukan surat itu meneriakkan kenangan. Sesaat lamanya Anton masih menyimpan harapan bila pemilik surat-surat itu akan menjadi samudera tempat hatinya bermuara. Dihelanya nafas, lalu ia berkata muram.

“Aku mencintaimu. Lantas setelah ini, kemana hatiku akan bermuara?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun