“Albert, aku tak pernah bosan mengingatkanmu. Jika kamu punya masalah, cerita sama aku. Aku pasti bantu sebisaku. Izinkan aku selalu berada di sampingmu.”
Tengah malam tiba dan berlalu. Setelah membacakan cerita untuk Chelsea dan menjaganya sampai tertidur, Albert membuka e-mailnya. Mendapatkan e-mail dari gadis itu. Gadis yang tak pernah lelah untuk menanyakan dan mempedulikan dirinya. Bersama e-mail itu, si gadis mengirimkan file berupa musik instrumental. Musik instrumental itu berjudul ‘Amazing Love’. Kombinasi alunan piano dan gitar akustik yang memikat.
Albert tahu, gadis itu tetap menunggunya. Tak ada nama lain di hati gadis itu selain dirinya. Gadis dengan dagu runcing dan mata seperti boneka tetap memperhatikannya dari kejauhan. Gadis itu sama sepertinya. Pernah merasakan apa yang ia rasakan, dan beranggapan mempunyai anak tunggal adalah keinginan terbaik. Gadis itu tak jauh berbeda dengannya. Pernah menjadi korban pilih kasih dan merasakan betapa tidak enaknya dibanding-bandingkan dengan orang lain.
Dua titik bening terjatuh dari kelopak matanya. Mungkin, di sana gadis itu pun bersedih seperti dirinya. Sedih atas perlakuannya selama ini. Apa yang harus ia lakukan? Mengapa gadis itu tetap bertahan menunggu? Gadis lain takkan tahan menanti dan mencintai pria seperti dirinya. Namun berbeda dengan gadis yang satu itu.
“Chelsea Sayang...kau tidak akan punya adik. Tapi kamu mau punya Bunda, kan?”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H