Mendengarkan cerita Maurin yang tengah frustasi dan patah hati, Roman tersadar. Ia pun ikut merasakan sedih. Sedih dan cemburu. Tak tahukah Maurin, bila Albert dan Maurin sendiri telah menzhalimi hati seorang Oswaldus Romanus? Ironis.
“Tetap kuat pada prinsip, Maurin...”
Roman menenangkan dan memotivasi Maurin. Memintanya tetap kuat dalam prinsip dan menjalani tugas serta tanggung jawab dengan baik. Sedikit demi sedikit, beban di hati Maurin berkurang. Ia sangat berterima kasih atas motivasi dan ketenangan yang diperolehnya. Maurin selalu berharap mantan biarawan Fransiscan itu sehat dan baik-baik saja. Seperti yang ia harapkan pada Albert.
Albert? Lagi-lagi ia teringat pemuda itu. Pemuda tampan yang sangat disayanginya. Tepat pada saat itu, Roman mengalihkan perhatiannya.
“Maurin, jujur aku mulai penasaran dengan sosok Albert. Siapa dia sebenarnya?”
Gadis berambut panjang itu mengangkat alisnya. “Mas Roman penasaran dengan Albert?”
“Iya. Dia membuatku cemburu.”
“Cemburu? Mas Roman cemburu sama Albert? Kenapa?”
Hening sesaat. Roman menundukkan pandang, tak sanggup melihat ke dalam sepasang mata sang gadis. Maurin mulai menangkap aura yang tidak biasa dari pria yang sedikit-banyak mengingatkannya pada Albert itu.
“Andai aku jadi Albert...” Roman bergumam lirih. Sungguh, baru kali ini Roman ingin menjadi orang lain.
“Mas Roman ingin jadi Albert?”