Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Terzhalimi Cinta

3 Desember 2016   09:39 Diperbarui: 3 Desember 2016   09:48 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pintu lift terbuka. Kesekian kalinya, ia harus naik lift sendirian. Sesungguhnya Maurin benci naik lift sendirian. Di dalam lift, banyak sekali energi negatif dan kehadiran makhluk-makhluk tak kasat mata. Bayangan mereka begitu menyeramkan dan menakutkan. Ditekannya tombol berlabel angka 1. Tujuannya adalah lantai satu.

Tanpa terduga, lift bergerak turun ke basement. Ya Allah, siapa yang menekan tombol berlabel basement itu? Basement sudah lama kosong dan tak terpakai. Tidak ada orang yang pernah memasukinya.

Pintu lift terbuka. Memperlihatkan pemandangan di dalam basement yang gelap dan berantakan. Kursi-kursi dan meja yang sudah rusak diletakkan dalam posisi terbalik. Sejumlah kotak berserakan di lantai. Bukan hanya itu, banyak sekali energi negatif dan makhluk tak kasat mata di dalam ruangan gelap itu. Posisi mereka ada di antara kursi dan meja.

Cepat-cepat Maurin menekan tombol untuk menutup pintu lift. Dalam hati melafalkan ayat Kursi. Tidak di rumah, tidak di kampus. Selalu ia temukan energi negatif dan sosok-sosok menyeramkan itu. Terlebih sejak kejadian satu bulan lalu. Rasa sedih, lelah, dan frustasi di hatinya kini bercampur dengan rasa takut.

**     

“Siapa yang menzhalimimu, Maurin?” tanya pria itu lembut.

“Albert dan orang-orang tak bertanggung jawab di kampus.” Maurin menjawab singkat.

“Apa yang mereka lakukan padamu?”

“Albert tidak menjelaskan apa pun. Dia datang lagi padaku tanpa rasa bersalah. Seluruh perhatiannya boleh saja tercurah untuk tesis, tapi dia mengabaikan orang yang benar-benar care padanya. Setelah nanti tesisnya selesai, apa lagi? Diakon? Tahbisan? Dia sudah menzhalimiku, Mas Roman.”

Roman terpaku menatap gadis itu. Menghela nafas berat, ia bertanya lagi.

“Lalu? Apa yang dilakukan teman-teman kuliahmu? Teruskan...”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun