Mohon tunggu...
latifa andriani
latifa andriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

mahasiswi UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kritik Faqihuddin Abdul Qadir tentang Poligami: Perspektif Perundang-undangan dan Pro-kontra Poligami di Indonesia

2 Juni 2024   06:55 Diperbarui: 2 Juni 2024   08:20 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

       Perkembangan poligami pada saat ini adalah perkembangan pandangan umat Islam menjadi mode sendiri. Tidak sedikit yang menyatakan bahwa poligami merupakan ibadah, tuntunan Al-Qur'an, ladang berkah, memudahkan orang masuk surga dan menganggapnya keutamaan dibandingkan dengan perkawinan monogami. Mereka memandang bahwa poligami itu perbuatan yang baik, mulia, kuat, dan banyak pahala.

        Pernikahan dalam Islam kita pahami sebagai ikatan yang kokoh, dimana antara suami istri harus saling menjaga secara kuat, dalam perspektif ini juga poligami akan mudah memudarkan ikatan yang kokoh. Praktek poligami akan membuat istri kesakitan, kecemburuan, kekhawatiran dan lainnya yang bertentangan dengan prinsip pernikahan, mulai ikatan yang kokoh, berpasangan, satu berbuat satu sama lain, dan musyawarah. Poligami akan menempatkan suami untuk jujur berkata benar karena terus bernegoisasi antar istri lainnya. 

       Faqihuddin Abdul Kodir memiliki pembahasan khusus tentang poligami dalam karyanya yang berjudul Qira'ah Mubadalah. Dalam bukunya, ia menyebutkan jika poligami bukanlah sebuah solusi dari permasalahan rumah tangga tetapi justru berperan sebagai penyebab konflik rumah tangga. Karena hal itu, Allah mensyaratkan adil dalam melaksanakannya dan meminta satu istri saja jika khawatir tidak bisa berbuat adil. Hal ini merupakan penegasan bahwa monogami adalah jalan yang lebih aman. Dalam perkawinan poligami banyak terjadi pengabaian hak-hak kemanusiaan yang semestinya didapatkan oleh seorang istri dan anak dalam keluarga Selain beresiko tidak adil, poligami beresiko kekerasan terhadap Perempuan. Dalam poligami istri pertama atau kedua mereka akan mendapatkan hal -- hal yang tidak mengenakkan  bagi keduanya, seperti contoh untuk istri pertama mereka akan mengalami pengingkaran komitmen perkawinan tetapi juga terjadi tekanan psikologis, ekonomi, seksua hingga fisik. Belum lagi dipandang ibah bahkan sikap sinis masyarakat yang makin merendahkan, sama halnya dengan istri kedua yang tidak luput dari cibiran Masyarakat, bahkan seringkali istri muda mendapat label sebagai Perempuan "pelanggar kehormatan", "perempuan penggoda" dan yang lebih menyedihkan lagi mereka juga dicap sebagai "perempuan binal alias gatal."

         Kemudian metode yang digunakan Faqihuddin Abdul Kodir dala memahami poligami menggunakan metodenya sendiri yaitu mubadalah. Istilah Mubadalah adalah sebuah perspektif dan pemahaman dalam relasi tertentu antara dua pihak, yang mengandung nilai dan semangat kemitraan, kerjasama, kesalingan, timbal balik, dan prinsip resiprokal. Gagasan mubadalah terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadis menegaskan perspektif kesalingan dan kerjasama secara eksplisit antara laki-laki dan perempuan, baik dalam ranah sosial maupun rumah tangga.  

      Tujuan dari mubadalah ini adalah menyeimbangkan relasi yang ada di antara laki-laki dan perempuan. Cara kerja metode ini ada 3 langkah. Langkah pertama menemukan dan menegaskan prinsip- prinsip ajaran agama islam, Langkah kedua menemukan gagasan utama kemudia Langkah terakhir adalah menurunkan gagasan yang ditemukan dari teks menjadi Langkah. Gagasan ini termasuk pendekatan feminis yang mempunyai tujuan menaikan kembali derajat perempuan dengan selalu mengedepankan prinsip kesetaraan gender, sehingga yang dihasilkan cenderung ramah dan adil bagi keduanya.

F. Kedudukan kritik Faqihuddin Abdul Kodir dalam Hukum Kelurarga di Indonesia dan dalam Konteks Pro dan Kontra Poligami di Masyarakat

                Di Indonesia sendiri perkawinan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai pedoman bagi umat muslim di Indonesia, serta menganut asas monogami. Menurut Faqihuddin tidak terdapat perbedaan antara Undang-undang No.1 Tahun 1945 dan Kompilasi Hukum Islam dengan asas monogami terbuka artinya jika suami tidak mampu berlaku adil terhadap hak-hak istri bila lebih dari seorang maka cukup seorang istri saja. Keadilan dalam poligami adalah adil dalam soal materi, adil dalam membagi waktu, adil membagi nafkah, yang berkaitan dalam nafkah adalah sandang, pangan dan papan, dan juga adil dalam memperlakukan keperluan batiniah istri-istrinya.

               Ketentuan poligami yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam tidak bertetangan dengan hukum agama islam, poligami yang disampaikan Faqihuddin lebih condong ke moderat yaitu memperbolehkan poligami denngan syarat dan keadaan tertentu. Kelompok ini lebih didominasi oleh para pemikir kontemporer, salah satunya Sayyid Qutb yang menilai bahwa poligami hanya sebagai rukhsah sehingga kebolehannya hanya sebatas jika seorang laki-laki berada dalam keadaan darurat, serta dengan syarat mampu berbuat adil kepada istri-istrinya. Sebagaimana telah dijelaskan poligami bukanlah sebuah Solusi dari permasalahan rumah tangga tetapi justru berperan sebagai penyebab konflik rumah tangga. Karena hal itu, Allah mensyaratkan adil dalam melaksanakannya dan meminta satu istri saja jika khawatir tidak bisa berbuat adil

Apa rencana skripsi yang akan ditulis dan beserta argumentasinya

 

            Setelah membaca skripsi yang saya review diatas, rencana skripsi saya adalah mengenai Bagaimana sudut pandangan Masyarakat mengenai adanya poligami dan komunitas poligami yang berdiri di Tengah -- Tengah Masyarakat. Hal ini sangat menarik untuk dibahas karena ternyata masih banyak Masyarakat yang melakukan poligami bahkan terdapat komunitas poligami itu sendiri. Pada pembahasan poligami kita bisa memahami dari segi psikologi baik pihak istri pertama, kedua atau bahkan suami serta dampak bagi anak- anak. Poligami merupakan sesuatu yang sah namun dalam lingkungan Masyarakat masih sulit untuk diterima keberadaannya, dimana poligami dianggap stigma negative oleh Sebagian besar Masyarakat karena hanya dianggap hal yang merugikan dan tidak etis atau tidak bermoral, melihatnya sebagai Tindakan ketidakadilan terutama bagi kaum Perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun