Mohon tunggu...
Lathifah Hidayah
Lathifah Hidayah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lie is beautiful, Just Enjoy it

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku "Hukum Waris Adat di Indonesia" Karya Sigit Sapto Nurgroho S.H, M. Hum

12 Maret 2024   16:43 Diperbarui: 12 Maret 2024   16:51 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Judul               : Hukum Waris Adat di Indonesia

Penulis             : Sigit Sapto Nugroho, S.H., M.Hum

Penertbit          : Pustaka Iltizam

Terbit               : September 2016

Cetakan           : I

Latar Belakang 

Dalam rangka pembangunan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, diperlukan adanya konsepsi-konsepsi dan asas-asas hukum yang berasal dari Hukum Adat. Salah satu inti dari unsur-unsur Hukum Adat guna pembinaan Hukum Waris Nasional adalah Hukum Waris Adat. Hukum Waris Adat adalah sebagian dari ilmu pengetahuan tentang hukum adat yang berhubungan dengan sistem kekerabatan/ kekeluargaan dan kebendaan. Proses pewarisan menurut hukum waris adat dapat terjadi atau sudah terjadi dengan jalan penunjukan atau penerusan harta kekayaan pewaris sejak dia masih hidup. Corak khas dan Hukum Waris bangsa Indonesia yang selama ini berlaku dan berbeda dari Hukum Waris Islam atau Hukum Waris Barat yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bugerlijk Wetbook).

Hukum waris termasuk dalam ruang lingkup hukum perdata islam, buku ini akan mencoba memberikan uraian-uraian mengenai Hukum Adat yang menyangkut hukum waris, yaitu tentang azas-azas hukum waris, adat pada umumnya di Indonesia, tentang harta peninggalan, pewaris, dan penerusan atau pembagian serta cara penyelesaiannya.

Penulis menguraikan dalam buku ini mengenai Hukum Waris Adat untuk memberikan gambaran bagaimana hukum waris adat di Indonesia yang tidak terlepas hubungannya dengan susunan masyarakatnya diberbagai daerah yang berbeda-beda. Hal ini terutama dimaksudkan untuk dapat memberikan bekal pengetahuan bagi para mahasiswa atau juga bagi mereka yang belum banyak mengenal Hukum Waris Adat. Dengan gambaran yang diberikan ,Penulis mengharapkan agar isi dari buku ini ddapat  bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum dan merupakan bahan-bahan baku bagi penelitian lebih lanjut,selain itu dapat berguna bagi kepentingan pembentukan hukum dalam rangka memenuhi kebutuhan pembinaan dan pengembangan Hukum Waris Nasional. Diharapkan dari uraian-uraian dalam buku ini dapat pula memenuhi kebutuhan praktek di dalam rangka penegakan Hukum dan Keadilan khususnya sebagai bahan pertimbangan dalam menyelesaikan perkara-perkara waris di dalam atau diluar pengadilan.

Isi

Dalam Buku Hukum Waris Adat Di Indonesia , penulis menjelaskan secara keseluruhan, Untuk menguraikan Hukum Waris Adat penulis menggunakan metode komparatif atau metode perbandingan yang cara kerjanya didukung oleh metode diskriptif. Daam buku ini terdapat 6 BAB yang menjelaskan secara keseluruhan mengenai hukum waris adat di indonesia. Pada BAB pertama ber isi pendahuluan, kemudian BAB kedua masuk pada materi yaitu menjelaskan tentang Pokok-pokok pengertian. Dalam bab ini pengertian Hukum Waris Adat adalah "Semua perbuatan hukum tentang pemindahan semua harta benda kekayaan seseorang/suatu kelompok orang (kaum, kerabat, kampung) kepada keturunannya, wafatnya seseorang ataupun setelah wafatnya, keduanya merupakan kebulatan yang tidak dipisahkan satu dengan yang lain". Kemudian pada bab ini di sebutkan beberapa sifat dari hukum waris,Sebagaimana telah disebutkan. Hukum Waris Adat sangat dipengaruhi oleh sistem kekerabatan yang ada dalam masyarakat Indonesia yang berpokok pangkal pada sistem menarik garis keturunan yang ada tiga (3) macam itu, yaitu :

* Sistem Kekerabatan Patrilinial (sistem yang menarik garis keturunan dari pihak ayah atau garis keturunan pihak laki-laki.)

* Sistem Kekerabatan Matrilinial (sistem yang menarik garis keturunan dari pihak perempuan atau ibu dan seterusnya ke atas mengambil garis keturunan nenek moyang perempuan, sehingga berakhir pada satu kepercayaan bahwa mereka semua berasal dari seorang ibu asal.)

* Sistem Kekerabatan Parental (Sistem kekerabatan ini menarik garis keturunan baik melalui garis bapak maupun garis pihak ibu, sehingga dalam kekerabatan/kekeluargaan semacam ini pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara keluarga pihak ayah atau pihak ibu.)

Perbandingan Pewarisan juga di paparkan dalam bab ini : mulai dari perbedaan anatar hukum waris barat dengan hukum waris adat hingga Perbedaan Hukum Waris Adat dengan Hukum Waris Islam / FIQH.

Selanjutnya BAB ketiga yang menjelaskan mengenai Sistem pewarisan, sistim hukum waris adat yang ada 3 (Tiga) macam apabila dihubungkan dengan garis keturunan/sistim,secara garis besar pewarisan menurut hukum adat dapat dibedakan menjadi tiga pokok, yaitu :

* Sistem pewarisan individual

Sistem pewarisan dimana setiap waris mendapatkan pembagian untuk dapat menguasai dan atau memiliki harta warisan menurut bagian masing-masing.

* Sistem pewarisan kolektif

Dimana harta peninggalan diteruskan dan dialihkan pemiliknya dari pewaris kepada ahli waris sebagai kesatuan yang tidak terbagi-bagi penguasaan dan pemiliknya dan setiap ahli waris berhak untuk mengusahakan, menggunakan, memanfaatkan atau mendapat hasil dari harta peninggalan itu.

* Sistem pewarisan mayorat / minorat

Sistim pewarisan mayorat sesunguhnya juga merupakan sistem pewarisan kolektif, hanya saja pengurusan dan pengalihan hak penguasaan atas harta yang tidak terbagi-bagi ini dilimpahkan kepada anak tertua yang bertugas sebagai pemimpin rumah tangga atau kepala keluarga menggantikan kedudukan ayah dan ibu sebagai kepala keluarga.

Selain 3 sistim tersebut terdapat ,sistim pewarisan islam dan sistim pewarisan barat. Sistim waris islam, Hukum Waris Islam adalah perubahan dari hukum waris adat bangsa Arab sebelum Islam yang bersistim kekeluargaan kebapakan/menarik garis keturunan pihak lakilaki, dimana yang berhak mendapat harta peninggalan adalah ASABAH, yaitu kaum kerabat lelaki dari pihak bapak. diatur dalam al-Quran surat al-Nisa: 7-18. Sistim waris barat,Seperti Yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bugerlijk Wetbook) yang menganut sistim individual, dimana harta warisan itu akan segera atau harus dibagi apabila pewaris meninggal dunia (wafat). sistim hukum Barat begitu pewaris wafat maka harta warisan harus segera dibagi-bagikan kepada para waris.

BAB ke empat merupakan bab yang membahas mengenai harta warisan, Pada umumnya warisan atau lengkapnya harta warisan atau disebut harta peninggalan adalah semua harta benda baik yang berwujud (materiil) maupun yang tidak berwujud (immateriil). jenis-jenis harta warisan/ harta peninggalan secara garis besar dapat dibedakan antara lain :

A. Harta Warisan Kedudukan/Jabatan Adat : Kedudukan adat atau jabatan adat yang bersifat turuntemurun merupakan warisan yang tidak berwujud benda (immateriil), (misalnya: Kedudukan atau Jabatan Kepala Adat dan Petugas-Petugas Adat.)

B. Harta Warisan Asal : Harta asal adalah semua harta kekayaan yang dikuasai dan dimiliki pewaris sejak mula pertama, baik berupa harta peninggalan ataupun harta bawaan (Jawa: Gawan) yang dibawa masuk kedalam perkawinan dan kemungkinan bertambah selama perkawinan sampai akhir hayatnya(missal : Harta Peninggalan ,Harta bawaan.)

C. Harta Warisan Bersama : Harta bersama atau harta pencaharian bersama adalah harta yang didapat atau diperoleh suami-istri selama perkawinan harta pencaharian atau harta bersama ini dapat diperoleh atas usaha suami sendiri saja, atau usaha istri sendiri saja atau atas usaha kedua-duanya. Sehubungan dengan harta pencaharian ini ada Yurisprodensi Mahkamah Agung yang menegaskan tentang hal tersebut"Menurut Hukum Adat semua harta yang diperolehkan selama berlangsungnya perkawinan, termasuk dalam harta bersama (gono-gini), meskipun mungkin hasil kegiatan suami sendiri."

BAB ke lima menjelaskan golongan ahli waris. berdasarkan Hukum Adat Waris, akan dipengaruhi oleh sistem kekerabatan yang ada, patrilinial, matrilinial dan parental. Sehingga pada bab ini penulis mampu memberikan penjelaskan kepada pembaca mengenai siapa saja yang memiliki hak mendapatkan warisan dalam hukum waris adat.

Dalam hukum waris adat berdasarkan sistem kekerabatan unilateral khususnya patrilinial anak perempuan bukan ahli waris yang utama. Karena yang disebut sebagai ahli waris dalam sistem ini hanyalah anak laki-laki sedangkan anak perempuan bukan merupakan ahli waris. Kemungkinan bagi wanita menjadi ahli waris kecil sekali, kecuali dikarenakan ia sebagai janda dari pewaris dengan menggunakan Hak Pakainya atas harta peninggalan suaminya. (Patrilinial).

Dalam susunan masyarakat matrilinial yang berhak menjadi ahli waris adalah anak-anak wanita, sedangkan anak-anak laki-laki ideologinya bukan ahli waris.Kedudukan anak-anak perempuan sebagai ahli waris dalam masyarakat matrilinial berbeda dari kedudukan anak-anak laki-laki dalam masyarakat patrilineal.(Matrilinial).

Pada dasarnya dalam masyarakat yang bersifat "keorangtuaan" (parental) atau yang menarik garis keturunan dari dua sisi yaitu dari pihak ayah dan dari pihak ibu (bilateral), tidak membedakan kedudukan anak laki-laki maupun anak perempuan sebagai ahli waris. Anak pria dan wanita mendapat bagian yang sama.(Parental).

Selanjutnya BAB ke enam mengenai Proses Pewarisan, Dalam hal pembagian harta warisan, menurut hukum adat ada sifat dari hukum waris adat yang berbeda dan membedakan dengan sifat hukum waris yang lainnya (waris BW dan waris Islam), yaitu tentang sifat atau jenis harta peninggalan yang menyebabkan "tidak dapat dibagi-baginya harta warisan baik untuk sementara maupun untuk selamanya". Pada BAB ini penulis juga menerangkan sedikit tentang perngertian hibah dan hibah wasiat. Secara garis besar Hibah atau penghibahan atau pewarisan menurut Hukum Waris Adat merupakan kebalikan dari harta peninggalan yang tidak dapat dibagi-bagi adalah suatu perbuatan penghibahan/ pewarisan, yaitu pembagian keseluruhan ataupun sebagian dari harta peninggalan kekayaan semasa pemiliknya masih hidup.Hibah wasiat merupakan suatu jalan bagi pemilik harta kekayaan untuk semasa masih hidupnya menyatakan keinginannya yang terakhir tentang pambagian harta peninggalannya kepada ahli warisnya yang baru akan berlaku setelah meninggal dunia. Dengan begitu pada bab ini mampu memberikan penjelasan kepada pembaca mengenai bagaimana proses pemberian waris di laksanakan, serta kapan waris dapat di berikan.

Kekurangan dan kelebihan

Kelebihan :

1. Dalam Buku Ini Penulis Memberikan uraian-uraian mengenai Hukum Adat yang menyangkut hukum waris, yaitu tentang azas-azas hukum waris, adat pada umumnya di Indonesia, tentang harta peninggalan, pewaris, dan penerusan atau pembagian serta cara penyelesaiannya, serta mencoba menjelaskan sesuatu yang abstrak,sesuatu yang belum jelas sehingga menjadi konkrit.

2. Penulis Juga Memberikan Gambaran dengan memberikan contoh-contoh yang terjadi dalam masysarakat sehingga dapat lebih mudah untuk di pahami dan di terapkan

3. Dengan materi yang di sampaikan penulis dalam buku ini,dapat menyelesaikan masalah yang ada dalam msyarakat dalam pembagian hata warisan dengan menggunakan teori hukum waris adat.

4. Buku ini dapat berguna bagi kepentingan pembentukan hukum dalam rangka memenuhi kebutuhan pembinaan dan pengembangan Hukum Waris Nasional.

Kekurangan :

1. Dalam buku ini penulis mungkin telah menjelaskan secara mendalam tentang hukum waris adat,akan tetapi dalam penerapannya tidak semua masyarakat menggunakan hukum waris adat ini sehingga memerlukan referensi lain untuk membandingkan hukum waris adat dengan hukum waris lain,seperti buku hukum waris islam ataupun buku-buku hukum waris lainnya.

2. Focus kepada aspek-aspek tertentu  dari hukum waris adat,yang mungkin tidak sesuai dengan minat atau kebutuhan pembaca.

3. Terdapat bahasa yang kurang familiar.

Inspirasi :

Adapun Inspirasi yang terdapat Pada Buku "Hukum Waris Adat di indonesia" karya Sigit Sapto Nugroho, S.H., M.Hum.:

1. Memahami aspek keadilan ; waris dalam Islam juga bertujuan untuk menjaga keharmonisan keluarga. Ketika semua anggota keluarga merasa diperlakukan secara adil dan hak mereka terlindungi, maka konflik dan perselisihan dapat dihindari.

2. Mampu Menjadi sumber rujukan masyarakat yang berpacu pada hukum waris adat agar dapat menerapkan nya dalam kehidupan sehari-hari.

 

Lathifah Nur Hidayah  

(222121040)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun