Selain 3 sistim tersebut terdapat ,sistim pewarisan islam dan sistim pewarisan barat. Sistim waris islam, Hukum Waris Islam adalah perubahan dari hukum waris adat bangsa Arab sebelum Islam yang bersistim kekeluargaan kebapakan/menarik garis keturunan pihak lakilaki, dimana yang berhak mendapat harta peninggalan adalah ASABAH, yaitu kaum kerabat lelaki dari pihak bapak. diatur dalam al-Quran surat al-Nisa: 7-18. Sistim waris barat,Seperti Yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bugerlijk Wetbook) yang menganut sistim individual, dimana harta warisan itu akan segera atau harus dibagi apabila pewaris meninggal dunia (wafat). sistim hukum Barat begitu pewaris wafat maka harta warisan harus segera dibagi-bagikan kepada para waris.
BAB ke empat merupakan bab yang membahas mengenai harta warisan, Pada umumnya warisan atau lengkapnya harta warisan atau disebut harta peninggalan adalah semua harta benda baik yang berwujud (materiil) maupun yang tidak berwujud (immateriil). jenis-jenis harta warisan/ harta peninggalan secara garis besar dapat dibedakan antara lain :
A. Harta Warisan Kedudukan/Jabatan Adat : Kedudukan adat atau jabatan adat yang bersifat turuntemurun merupakan warisan yang tidak berwujud benda (immateriil), (misalnya: Kedudukan atau Jabatan Kepala Adat dan Petugas-Petugas Adat.)
B. Harta Warisan Asal : Harta asal adalah semua harta kekayaan yang dikuasai dan dimiliki pewaris sejak mula pertama, baik berupa harta peninggalan ataupun harta bawaan (Jawa: Gawan) yang dibawa masuk kedalam perkawinan dan kemungkinan bertambah selama perkawinan sampai akhir hayatnya(missal : Harta Peninggalan ,Harta bawaan.)
C. Harta Warisan Bersama : Harta bersama atau harta pencaharian bersama adalah harta yang didapat atau diperoleh suami-istri selama perkawinan harta pencaharian atau harta bersama ini dapat diperoleh atas usaha suami sendiri saja, atau usaha istri sendiri saja atau atas usaha kedua-duanya. Sehubungan dengan harta pencaharian ini ada Yurisprodensi Mahkamah Agung yang menegaskan tentang hal tersebut"Menurut Hukum Adat semua harta yang diperolehkan selama berlangsungnya perkawinan, termasuk dalam harta bersama (gono-gini), meskipun mungkin hasil kegiatan suami sendiri."
BAB ke lima menjelaskan golongan ahli waris. berdasarkan Hukum Adat Waris, akan dipengaruhi oleh sistem kekerabatan yang ada, patrilinial, matrilinial dan parental. Sehingga pada bab ini penulis mampu memberikan penjelaskan kepada pembaca mengenai siapa saja yang memiliki hak mendapatkan warisan dalam hukum waris adat.
Dalam hukum waris adat berdasarkan sistem kekerabatan unilateral khususnya patrilinial anak perempuan bukan ahli waris yang utama. Karena yang disebut sebagai ahli waris dalam sistem ini hanyalah anak laki-laki sedangkan anak perempuan bukan merupakan ahli waris. Kemungkinan bagi wanita menjadi ahli waris kecil sekali, kecuali dikarenakan ia sebagai janda dari pewaris dengan menggunakan Hak Pakainya atas harta peninggalan suaminya. (Patrilinial).
Dalam susunan masyarakat matrilinial yang berhak menjadi ahli waris adalah anak-anak wanita, sedangkan anak-anak laki-laki ideologinya bukan ahli waris.Kedudukan anak-anak perempuan sebagai ahli waris dalam masyarakat matrilinial berbeda dari kedudukan anak-anak laki-laki dalam masyarakat patrilineal.(Matrilinial).
Pada dasarnya dalam masyarakat yang bersifat "keorangtuaan" (parental) atau yang menarik garis keturunan dari dua sisi yaitu dari pihak ayah dan dari pihak ibu (bilateral), tidak membedakan kedudukan anak laki-laki maupun anak perempuan sebagai ahli waris. Anak pria dan wanita mendapat bagian yang sama.(Parental).
Selanjutnya BAB ke enam mengenai Proses Pewarisan, Dalam hal pembagian harta warisan, menurut hukum adat ada sifat dari hukum waris adat yang berbeda dan membedakan dengan sifat hukum waris yang lainnya (waris BW dan waris Islam), yaitu tentang sifat atau jenis harta peninggalan yang menyebabkan "tidak dapat dibagi-baginya harta warisan baik untuk sementara maupun untuk selamanya". Pada BAB ini penulis juga menerangkan sedikit tentang perngertian hibah dan hibah wasiat. Secara garis besar Hibah atau penghibahan atau pewarisan menurut Hukum Waris Adat merupakan kebalikan dari harta peninggalan yang tidak dapat dibagi-bagi adalah suatu perbuatan penghibahan/ pewarisan, yaitu pembagian keseluruhan ataupun sebagian dari harta peninggalan kekayaan semasa pemiliknya masih hidup.Hibah wasiat merupakan suatu jalan bagi pemilik harta kekayaan untuk semasa masih hidupnya menyatakan keinginannya yang terakhir tentang pambagian harta peninggalannya kepada ahli warisnya yang baru akan berlaku setelah meninggal dunia. Dengan begitu pada bab ini mampu memberikan penjelasan kepada pembaca mengenai bagaimana proses pemberian waris di laksanakan, serta kapan waris dapat di berikan.
Kekurangan dan kelebihan