Mohon tunggu...
Lunna See
Lunna See Mohon Tunggu... -

"Pergilah ke mana hati membawamu" // Facebook : Lunna See

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Masihkah Kau Mencintaiku?

7 Desember 2015   09:53 Diperbarui: 7 Desember 2015   14:00 1080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku mencintai hujan..
Aku rindu suara hujan..
Kami berdua pecinta hujan yang menikah saat musim hujan..

***

Aku telah menghitung, malam ini adalah hujan ketiga sepanjang bulan Desember. Kami selalu menikmati dengan membuka semua tirai di rumah kami. Hujan terlalu sayang untuk aku dan kamu lewatkan, bukan?.

Juga, kau memberikan tempat spesial untuk hujan supaya masuk ke tengah-tengah taman kecil di dalam rumah kami, di mana ikan-ikan kesayanganmu berenang. Tepat di belakang ruangan TV. Mereka hanya terhalang dinding kaca. Oleh karenanya sejak aku dan kamu menempati rumah ini, ruang TV lah tempat paling favorit untuk kita berdua. Terutama saat musim hujan.

"Masihkan kau mencintaiku?"

Pertanyaan 'luar biasa' yang kamu lontarkan padaku saat kami tengah asyik menikmati hujan. Ketika aku asyik tidur-tiduran di pahamu sambil nonton HBO. Saat kamu sedang asyik membaca buku. Kamu menghentikan kegiatanmu sejenak dan mata kita saling bertemu.

Mataku adalah jawabannya. Tapi aku melihat kamu tak puas hanya dengan itu.

Sayangku...
Ketika aku masih mengganggumu saat kamu sedang asyik dengan kegiatanmu. Itulah cintaku.

Ketika kamu sedang fokus dengan pekerjaanmu dan tiba-tiba aku duduk di pangkuanmu "bopong aku ke kamar mandi, aku pingin pipis" sambil mengecupmu. Itulah cintaku.

Saat aku tiba-tiba mengambil buku di tanganmu, dan menyusupkan diri di dadamu. Itulah cintaku.

Saat aku menutup laptopmu ketika kamu menyelesaikan perkerjaanmu dan duduk di pangkuanmu sambil memelukmu, itulah cintaku.

Saat pagi hari aku memilihkan baju dan dasi serta sepatumu. Aku membuatkanmu sarapan istimewa meski hanya setangkup roti dan segelas susu. Itulah cintaku.

Saat aku mengirimkan pesan berisi: kekasih kamu merindukanmu. Cepat pulang, sayang.
Itulah cintaku.

Saat aku menciumi seluruh tubuhku bahkan ketika kamu berkeringat. Itulah cintaku.

Saat kau demam dan berubah menjadi anak kecil yang rewel, aku menyuapimu, mendampingimu, menemanimu, memelukmu. Itulah cintaku.

Sepuluh tahun kita menikah dan aku telah melahirkan dua anak kita yang lucu dan sehat. Bagaimana mungkin kau masih bertanya: masihkan kau mencintaiku?

Rasa cinta akan luntur seiring berjalannya waktu. Begitukah?
Kadar cinta akan berkurang, atau bertambah tergantung bagaimana aku dan kamu memupuk dan menjaganya.

Sayangku..
Aku adalah manusia yang selalu berpikiran baik-baik saja. Seperti ketika aku melihat noda lipstik di bajumu. Aku hanya menganggap kamu bertabrakan dengan seseorang di lift yang sempit.

Lantas apakah aku buru-buru menuduh dan menanyaimu? Tidak, sayang.

Aku pernah melihat pesan singkat di ponselmu dengan kalimat mesra. Tapi apakah aku lantas mencemburuimu? Tidak!

Aku hanya menganggap itu sebuah keisengan semata. Isengnya laki-laki tampan sepertimu.

Aku pernah melihat di kantong bajumu terdapat tagihan kamar hotel. Tapi apakah aku lantas mencurigaimu?

Tidak. Aku selalu berpikir yang baik-baik untuk hubungan kita. Selalu.

Aku selalu membutakan hatiku. Mematikan perasaan curigaku padamu.
Lantas kenapa kamu bertanya: apakah kau masih mencintaiku?

Aku belum menjawabnya, sayangku.

Aku akan menjawabnya, sekarang.

"Aku masih mencitamu. Seperti kau juga mencintaiku, sayang"
Kamu terdiam dan melanjutkan membaca bukumu.

Ah, mengapa kau terdiam? Menapa kau tak bertanya. 'Seperti kau juga mencintaku'. Entah cinta seperti apa. Semestinya kau bertanya. Maka aku akan ungkapkan jawaban-jawabannya.

Seperti kau yang mencintaiku dengan noda lipstik perempuan lain di kerah bajumu.

Seperti kau mencintaiku tapi di luar juga tidur dengan perempuan lain.

Seperti kau mencintaiku tapi kau juga bermesraan dengan perempuan lain.

Seperti kau yang mencintaiku dan sering pulang terlambat karena harus makan malam terlebih dahulu dengan perempuan lain.

Begitulah cintaku padamu.
Begitulah caraku menjaga rumah tangga kita.
Begitulah aku selama ini.
Sejak aku membuntutimu dengan perempuan lain ke beberapa hotel dan restoran mewah.
Begitulah caraku berpikir

Aku mencintaimu dengan pria lain ada di hidupku.
Aku menjaga cintaku dengan tetap mesra padamu tapi aku juga mesra padanya.
Aku melakukan persis seperti apa yang kamu lakukan, sayangku..

Hidup ini harus adil kan, sayang?
Cinta ini harus seimbang kan, sayang?

Aku masih tetap malaikatmu.
Aku masih tetap istri cantik yang terbaik untukmu.
Aku masih tetap ibu yang baik untuk anak-anak kita yang lucu.

Ah, harusnya kau bertanya padaku lebih lanjut. Harusnya kau penasaran padaku. Harusnya kau tau siapa pria itu.

Kini. Kau meletakkan bukumu di samping kursi. Apa kamu mendengar kata hatiku? Apa kamu dapat membaca pikiranku?

"Dylan. Dia bukan anak biologisku kan?"

Kamu tiba-tiba bertanya tentan Dylan anak sulung kita yang kini berusia delapan tahun.

Aku terkaget. Jujur saja.

Lalu dari mana kamu tau kalau dia bukan anak biologismu? Aku tak pernah mengatakannya. Aku tak pernah mengatakan apapun!

"Dan kamu masih berhubungan dengan ayahnya kan?"
Kau melanjutkan. Aku tergagap.

"Jangan berpura-pura tak tau apa yang selama ini aku lakukan di luar. Apa yang aku lakukan di luar. Persis sama dengan apa yang kamu lakukan sejak awal pernikahan kita! Lantas sekarang apa yang akan kita pertahankan?"

Kamu menatap tajam ke arahku. Saat ini aku sudah duduk di sampingmu. Aku tak dapat berkata-kata lagi.

"Jangan pernah berpikir sebaliknya. Jangan memutar balikan fakta. Jangan cari pembenaran"
Kamu berkata-kata lagi.

"Aku sudah menahannya selama sepuluh tahun. Malam ini kita berakhir!"
Katamu tajam.

Ah, mengapa jadi begini. Bukankah seharusnya aku yang melakukan itu? Mengapa dia harus tau fakta bahwa Dylan bukan anak biologisnya? Mengapa dia harus tau bahwa akulah yang terlebih dahulu mengkhianatinya?

Mestinya aku yang harus menjadi perempuan teraniaya akibat suaminya selingkuh. Mestinya skenario ini berjalan dengan benar sesuai dengan rencanaku. Mestinya ketika bercerai aku mendapat harta yang banyak. Lalu menikah dengan ayah Dylan.

Mestinya begini. Mestinya begitu. Mestinya semua sesuai dengan apa yang aku inginkan!
Bukan seperti ini. Bukan begini!

Ya. Ya. Ya...
Aku perempuan jalang. Aku bukan malaikat untuknya. Aku bukan istri cantik yang baik hati. Aku bukan seorang ibu yang baik untuk anak-anakku yang lucu.

Ya. Ya. Ya...
Aku hanyalah iblis yang menyerupai malaikat perempuan. Yang seolah mencintainya dengan tulus setiap hari.

Ya. Ya. Ya...
Perempuan sepertiku hanyalah sampah! Pengkhianat! Tak punya hati!

Ya. Ya. Ya...
Pengkhianat sepertiku tak ada tempat di dunia ini. Pengkhianat sepertiku sudah selayaknya enyah dari hidup ini.

Ya. Ya. Ya...
Sebaiknya aku mati.
Sebaiknya aku terjun bebas dari sini.
Sebaiknya.
Ada baiknya.

Brakkkkk!

*Ia menjatuhkan diri dari lantai tiga. Darah segar mengucur deras dari batok kepalanya. Bersamaan dengan hujan dan suara gemuruh petir yang berkilatan. 

***

Lunna

Ilustrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun