***
Aku meninggalkan meja makan menuju taman belakang. Aku bermain-main dengan ujung bajuku. Aku memilin-milinnya. Mataku menatap kosong ke arah ujung kakiku.
Seseorang menghampiriku. Aku ingat, dua tahun lalu aku bertemu dengannya saat pemakaman bayiku. Saat itu ia hanya tersenyum kepadaku lalu memberi tahu "memikirkan perselingkuhan suamimu lebih penting dibanding memikirkan bayi yang sudah meninggal. Suamimu selingkuh yang menyebabkan bayimu meninggal"
Perempuan ini. Perempuan yang kondisinya sama sepertiku. Perawakan kurus dengan sorot mata sayu. Ia duduk di sebelahku.
Ia tersenyum ke arahku.
"Aku tau penderitaanmu. Ketika semua orang tidak lagi peduli padamu. Kamu harus hidup tenang dan akhiri penderitaanmu"
Aku menatap tak mengerti.
"Kamu memiliki obat tidur kan? Minumlah sebanyak yang kamu bisa. Kamu akan tenang. Penderitaanmu akan berakhir. Ikuti saja kata-kataku. Orang baik sepertimu tak layak untuk menderita. Lakukan secepatnya... Temani anakmu di sana. Lakukan segera... Secepatnya.. Segera... Secepatnya... Segera.. "
Suaranya bergema. Semakin menggema.
Aku menutup telinga. Berlari ke dalam rumah. Perempuan itu memandangku dari kejauhan. Suamiku sudah pergi. Suamiku mungkin kembali menemui kekasih gelapnya. Suamiku saat ini pasti sedang bersenang-senang dengan perempuan itu.
***