Wajah Mas Indra tersenyum malu. Kepalanya menunduk ke bawah. Kedua tangannya memegang kotak biola dari kayu. Lucu juga melihat wajahnya seperti itu.
 "Maafkan aku, Deara. Aku ingin menghiburmu dengan cara yang agak berbeda. Tentang perasaanku kepadamu tak usah langsung menjawabnya." Katanya tegas. "Ya, Baiklah." Jawabku pelan. "Maaf sebelumnya. Bagaimana hubunganmu dengan Thomas?" Wajahnya memperhatikanku serius. Jari jemariku kembali memainkan poni rambut. Ya, kebiasaan lama sulit diubah.
"Kamu tidak ada masalah lagi dengannya? Ataukah...?" Hatinya gelisah. Khawatir melukai Deara, teman sekantornya. "Terima kasih atas perhatiannya Mas Indra. Sungguh aku lega tentang Keenan tak lagi tersimpan dalam diriku lagi.Â
Selama ini aku berusaha menahan diri tidak mencari tahu kabarnya. Namun kawanku, Mbak Hani. Dia adalah dokter khusus bagian narkotika kalau Kak Keenan kini sedang berjuang melawan kecanduan narkoba di tempat rehabilitasi.Â
Sepertinya dia berusaha keras untuk sembuh." Jawabku. Mas Indra menatapku mendengar penjelasanku tanpa ragu. Kami berdua memperhatikan kolam ikan itu lagi. Bunyi kecipak air dan beberapa ikan koi berlari ke sana kemari tanpa halangan. Angin lembut mengelingi kami berdua.
"Rasanya tenang dan lega  mendengarkan permainan biola Mas Indra." Kataku lagi. "Benarkah?" Tanyanya. Wajahnya riang sepertinya berhasil menghibur Deara.
"Benar." Jawabku sambil mengangguk. "Kalau kita berdua bersama menjalin hubungan.... " Kedua mataku menatap Mas Indra lagi dengan serius. Dia menatapku bingung. Setengah tidak percaya. "Lebih baik jangan cepat orang lain tahu tentang kita berdua. Bolehkan?"Â
Senyumnya ceria. Wajahnya sungguh bahagia. Mas Indra lega mendengar jawaban langsung dari Deara.Â
"Ya, Baiklah," balasnya. Hari baru Deara dimulai nada dawai biola menyelimuti jiwa kini dengan kenyamanan. Kedua pasangan itu saling tersenyum satu sama lain. Tak ada ragu tak ada perjalanan yang tidak dapat dilalui.