Untunglah dia tidak mendengarnya. Lelaki itu berdiri dekat jendela teras halaman. Berjalan bolak-balik. Aku berbohong kepadanya untuk bersiap-siap. "Memang belum pernah diutarakan." Sambung Mbak Ningsih lagi. Apakah mungkin hal itu terjadi? Pikiran Deara semakin rumit. Nada minor dan mayor tampaknya semakin ruwet dan sulit menemukan jalan keluar tentang Mas Indra.
Ada perasaan berbeda selama bersama dengannya kini. Ada rasa lega dan nyaman setelah mendengar permainan biola darinya. Terutama lagu ini. Kitaro, Theme of Silk Road. Ya, lagu itu membawa wajahnya kembali cerah.Â
Setia kali ada kesulitan terhadap pekerjaan. Setiap mendengar lagu itu kembali membawa rasa nyaman dan tenang lagi. Â Lalu dia memainkan lagu Moonlight Sonata dan La Corda D'Oro. Bow berhenti menggesek biola. Beberapa orang yang menonton tak sedikit memuji dan sebagian bertepuk tangan.
"Keren permainan Mas Indra." Ucapku saat Mas Indra duduk di sebelahku.
"Ya, terima kasih. Maafkan aku tidak bilang jujur." Balasnya. Aku berikan kepadanya botol minuman yang aku bawa dari rumah.
"Terima kasih," ucapnya sambil mengangguk.
Melihatnya basah kuyub dan aroma bau keringat menerpa hidungku. Lensa kacamata juga beruap. Ia mengambil sapu tangan dari saku celana. Lalu kacamata itu di bersihkan embun yang menempel pada kacamata perlahan. Ah, wajahnya tampak berbeda. Kulitnya berwarna kuning cerah berkilau oleh terik matahari. Apakah dengan bersamanya ada harapan kedua? Dua bulan bersama Mbak Ningsih dan Mas Indra selama bekerja setelah kekecewaan oleh sang kekasih. Mungkin saja. Ya, mungkin saja. Batinku berkata.
"Hmm... Sebenarnya sebelum kita berangkat, Deara telepon Mbak Ningsih dahulu." Wajahnya langsung kaku dan terdiam sebentar.
"Aku juga... Akhirnya mengetahui kalau Mas Indra ada perasaan tersimpan." Jawabku pelan. Tersenyum-senyum sendiri menahan rasa deg-degan. Deara juga agak grogi menyampaikannya.
 "Mbak Ningsih cerita apa? Tanyanya balik.
"Ya, katanya kalau Mas Indra dulu pernah kecelakaan makanya jarang bermain biola. Dan yang tadi itu juga." Pipiku bersemu kemerahan. "Tak kusangka ternyata tangan Mas Indra banyak luka bukan karena tambahan servis komputer, ya?" Tambahku lagi.