Kebijakan pemerintah yang  sering berubah-ubah juga menjadi faktor yang mempengaruhi. Semenjak pemerintahan Jokowi ini. Tidak ada pengangkatan. Honorer K2 yang pada akhir masa pemerintahan SBY (Susilo Bambang Yudoyono), tidak lulus tes pengangkatan CPNS, nasibnya masih belum jelas. Apalagi yang belum masuk K2.
       Pembangunan infrasruktur  digalakkan besar-besaran. Baik tol darat maupun tol laut.  Sungguh membanggakan pembangunan dibidang perhubungan ini. Sumtra yang masih lahan-lahan seperti hutan ada tolnya. Kalimantan juga demikian. Apalagi IRIAN JAYA yang sekarang sudah menjadi 4 provinsi di tanah Papua itu. Jalan bagaikan mata pembuka gerbang dunia. Sangat luar biasa. Bahkan ada jembatan terbesar dibangun di sana.
       Namun dibalik semua itu ada kesulitan yang luar biasa yang harus di alami oleh guru-guru terutama guru honor. Termasuk honorer di sekolah ini.
      Â
       *
       Di waktu istirahat, semua guru berada di kantor. Dalam suatu ruangan itu hanya dipisahkan dengan sekat almari, dan rak-rak buku untuk membedakan  ruang guru, ruang TU dan wakil-wakil kepala sekolah. Hanya ruang kepala sekolah yang bersekat dinding. Tapi ruangannya juga kecil sekitar 3x3 meter saja. Dengan sekat almari yang di belakang almari itu diberi tempat tidur yang seukuran ranjang rumah sakit.
       Di waktu inilah para dewan guru berkumpul dan ngobrol. Karena waktu istirahat tidak lama hanya 20 menit. Paling istirahat sebentar, ngobrol sedikit tau-tau  terdengar bel tanda waktu istirahat sudah habis.
       Bu Anis nampak murung hari ini. Beliau mengajar ekonomi sekaligus guru produktif. Biasanya beliau tidak sengan ikut ngobrol kesana kemari berbaur dengan bapak-ibu guru yang lain. Yang ujung-ujungnya percakapan mereka bermuara pada gaji yang semakin tidak pasti. Kepala sekolah setiap masuk kantor minta maaf kepada dewan guru karena keterlambatan gaji, ya dengan intonasi beliu yang agak keras.
       "Kenapa Bu Anis ? Kok nampak murung?Ada apa?" Tanya Pak Ali seorang guru matematika.
        Bu Anis hanya menatap rekan kerjanya itu dengan diam. Lalu menghela nafas. Mencoba menghempas resah dan kesulitan yang beliau hadapi kali ini. Sementara kawan-kawan yang lain melihat hal ini ikut mendekat. Bu Anis menyadari kalau dirinya mendapat perhatian dari rekan-rekan kerjanya. Tapi rasanya tidak mungkin untuk bercerita. Bagaimana kalau hanya akan menjadi bahan  perbincangan orang di kantor? Baiklah ...sebaiknya disimpan dulu nanti kalau ada waktu bisa bercerita dengan teman.
        Dengan senyum tipis beliau  menyatakan dirinya tidak apa-apa. Tapi jawaban itu terasa tidak member kepuasan bagi telinga Pak Ali yang notabene masih tetangganya. Untuk ketenangan sementara itu lebih dari cukup.