"Sebenarnya saya setuju dengan keinginan Pak Joko, itu bagus berarti kita mengikuti perkembangan dan bisa jadi daya tarik untuk  input..."kata salah satu di antaranya.
"Iyo Buk Ines, saya juga tau maksudnya, tapi alangkah ribetnya. Bikin RPP beserta lampiran-lampirannya ditambah harus nyiapin materi dan alat peraga. Gaji kita tak cukup untuk itu semua..."
"Dilema memang Buk Tari yooo..."
"Coba Ibuk pikir, harusnya yang ikut pelatihan-pelatihan itu tidak tertumpu pada Pak Nandar selaku wakil kurikulum. Guru MAPEL harusnya ada yang diikutkan. Kalau guru maple tidak ada yang pernah ikut mana mungkin bisa terlaksana. Taunya hanya dari katanya-katanya...." Terang Bu Tari Nampak menahan diri agar tidak ada yang dengar.
Tapi Pak Joko tersenyum karena mendengar di belakang ada barisan yang sesungguhnya mendukung itu. Sambil berlalu dia melangkah dengan mantap dan lebih yakin
"Jangan keras-keras Buk Tari gek dinding sekolah ini bersuara....."seru Bu Ines sambil merangkul Bu Tari.
"Hahahahahaha...." Tapi berdua mereka malah kompak tertawa.
Hidup memang unik apapun komunitasnya sesungguhnya watak dan perangai manusia sama. Di antara orang-orang yang otoriter ada orang-orang yang mengalah demi kebaikan. Bukan hanya karena takut. Cari aman istilahnya. Dengan mengalah situasi akan kembali menjadi normal. Bukankah Allah adil dalam membagi riskinya, takkan terhalang maupun tertukar dengan siapa saja. Subhanallah...
Hingga pada suatu rapat pembinaan kepala sekolah, setelah kepala sekolah bertele-tele menceritakan kembali berulang-ulang tentang perjuangannya merintis sekolah dan mempertahankannya sampai sekarang. Sungguh beliau, Pak Ibrahim namanya, adalah seorang yang memahami cultural masyarakat di Jamantras ini.
"Syair lama dilantunkan kembali!" bisik seorang guru pada kawannya
Dan kawannya menjawab dengan senyuman.