Mohon tunggu...
Kay s Lady
Kay s Lady Mohon Tunggu... Guru - SMP NEGERI 1 BANDUNG

Cerita dalam puisi

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Pak Guru Joko "Joko"

20 Juni 2023   07:21 Diperbarui: 20 Juni 2023   07:24 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak anak putus sekolah karena kurang biaya, tempatnya yang jauh dan fasilitas pendidikan lainnya.

 "Masyarakat sini masih banyak yang kurang suka menyekolahkan anaknya tinggi-tinggi. Ada  yang tergiur dengan penghasilan nyadap getah karet yang menjanjikan serta kebiasaan masyarakat yang kurang mendukung pendidikan tinggi. Karena memang banyak contoh anak-anak sekolah tinggi ujung-ujungnya nganggur juga." Tutur ayah Joko

"Kamu harus temen-temen kalau mau sekolah, yang bener dan serius. Jangan mudah tergoda apalagi dengan perempuan." Lanjutnya.

Minat belajar anak dan dukungan keluarga terhadap pendidikan terutama pendidikan tinggi memang agak kurang bagi masyarakat sekitar. Mungkin karena masih banyaknya pekerjaan yang tidak memerlukan ijasah. Mengandalkan kekuatan. Seperti berkebun, mengerjakan sawah, buruh PT dan nyadap getah karet.

Padahal semua itu tergantung yang bersangkutan ingin berjuang di jalur mana. Ingin berjuang hidup di jalur pertanian, perkebunan, atau di bidang pemerintahan, pendidikan, atau berwirausaha. Ada yang ingin memanfaatkan ijasahnya, ada pula yang ingin memanfaatkan keahliannya saja. Karena ada juga orang yang lulusan sarjana matematika tapi juga agli dagang, dan akhirnya memilih jadi pedagang.

Ada juga orang tua yang mengirim anaknya ke Jawa dan di sekolahkan di sana sampai perguruan tinggi atau sekedar belajar ngaji di pondok pesantren. Alasan utamanya pasti mengenai kondisi, sarana, dan tingkat  kwalitas sekolah yang lebih rendah di banding  Jawa.

Citra gurupun masih dianggap kurang jika dibanding dengan Jawa. Tapi sekarang sudah lebih baik di banding 5 atau 10 tahun silam. Banyak sekolah negri dan swasta bersaing menunjukkan kwalitasnya. Tak sedikit anak didiknya yang berhasil menempuh pendidikan sarjana di perguruan tinggi negri nasional.

Di sini, sekolah tempat Pak Joko bekerja adalah sekolah swasta yang mutlak dikuasai kepala sekolah.

 Sekolah swasta memang rata-rata jauh dengan sekolah negeri. Secara manajemen maupun fasilitas. Tapi kalau di kota sekolah swasta malah sekolah yang bagus.

Beban input siswa sangat berpengaruh. Sejauh ini belum ada usaha dari pihak pengembang sekolah untuk mengusahakan peningkatan nama baik dan prestasi untuk menggait siswa. Kesan melindungi siswa yang bagaimanapun bentuknya begitu menonjol, bahkan sering menjadi penadah siswa "buangan" dari sekolah negri yang dianggap bandel dan tak bisa ditolerir lagi atau jumlah alpanya melebihi kuota. Kenakalannya sudah sulit dikendalikan oleh guru dan pihak sekolah.

Sebenarnya bisa pihak pengembang mengambil jalur di atas sekolah swasta dengan sistem dan program nyata sekolah untuk peningkatan mutu pengajaran, pelayanan baik dari segi ketertiban dan keaktifan baik guru maupun siswa. Tapi pandangan Pak Joko ini tidak di gubris oleh pucuk pimpinan sekolah di SMK PANCASILA. Katanya itu terlalu teoritis karena keadaannya daerah ini berpenduduk yang masih kurang cara pandangnya terhadap pendidikan, dan pernyataan itu memang benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun