"Hah! Kau pesan terlalu banyak," komentar kakakku mendengar permintaanku.
"Sudah-dah tak apa Sunny, biarkanlah adikmu makan yang banyak. Dia 'kan sudah bekerja keras untuk klubnya. Terlebih di piala presiden bulan Juli dia menang dan membuat keluarga kita bangga," kata ibuku sambil tersenyum.
"Tuhkan kak, Bagaimana denganmu?" tanya aku sambil membaca pesanan.
"Pasta salad dan minuman bar tanpa memakan yakinikunya, aku rasa aku cukup dengan itu," jawab kakakku yang masih mengotak-atik telepon genggamnya.
Aku terkejut mendengar kakakku makan sangat sedikit sekali. Aku sedikit teriak, "itu saja! Kau yakin tidak mau yakinikunya?"
"Iya itu saja, bisakah kau jaga suaramu itu? Itu mengganggu," ucap kakakku dengan santainya.
"Sayang, kau pesan cocktail dan minuman bar 'kan?" ucap ibuku.
Aku mulai bosan dengan percakapan ibu dan ayahu. Mereka pasti akan membahas boros atau tidak. Kemudian beralih ke anggaran belanja keluarga. Dan akhirnya, mereka saling marah-marah dengan cara diam-diaman. Sungguh, aku harus menghadapi ini semua ketika ada acara makan di luar.
Aku merasa hal itu akan terjadi namun saat ini, perasaanku ada yang tidak enak terutama setelah aku tadi setengah berteriak. Aku merasa ada yang mengawasiku entah darimana ada seseorang yang mengawasiku dari kejauhan. Aku menoleh ke kiri tepat ke kiri, aku melihat seorang pria yang ku tabrak tadi siang.
Takdir apalagi yang menghampiriku? Seolah-olah, dia ada disekelilingku dari mulai pencarian kelas hingga makan malam. Aku melihatnya sedang menghindari pandangannya dari seseuatu. Aku tahu betul dia memandangiku dan aku cukup malu dengan itu. Akhirnya aku hanya tertunduk melihat daftar pesanan. Dalam hatiku bertanya dengan panik, 'Ahh! Kenapa aku harus bertemu Asra di sini?'
"Ingin pesan bayam goreng, Luna? Zat besi sangat bagus untukmu," Â tanya ibuku yang sedang menulis pesanan.