Suamiku seorang penyair, barangkali kali ini dia menggarap sajak yang lebih hebat atau lebih berbobot atau lebih panjang dari sebelumnya.
Aku tidak pernah menyangka bisa berjodoh dengannya.Â
Setelah pacarku mengetahui bahwa aku dijodohkan oleh keluargaku, dia memilih meninggalkanku. Saat itulah keadaan yang benar-benar rumit terjadi dalam hidupku. Aku ditinggalkan oleh orang terkasih dan kedatangan tunangan yang tidak kuterima kehadirannya.
Saat itu aku memilih untuk sendiri. Membuang segala penat yang kurasakan. Untuk sementara waktu aku meninggalkan kota tempat tinggalku datang ke kota ini.
Jalan hidup seseorang tidak bisa dipastikan. Tuhan, mempertemukan aku dengan seorang penyair di taman kota. Dia adalah suamiku. Puisi-puisinya yang dia bacakan pada pementasan itu membuatku tersihir. Entah mengapa saat turun dari panggung dia langsung berdiri di dekatku. Kami saling bertegur sapa untuk pertama kali. Aku kewalahan dengan kata-kata puitis yang dia tuturkan.
Rupanya ada kecocokan di antara kami. Pertemuan pada malam itu menjadi batu loncatan pertemuan kami selanjutnya. Selama satu minggu berada di kota ini, setiap hari dia menyempatkan diri untuk menemaniku. Mengunjungi tempat-tempat menarik.
"Aku akan datang ke rumahmu," begitu katanya satu hari sebelum aku pulang.
"Untuk apa?"
"Minta restu."
"Untuk apa?"
"Menikahimu."
"Aku sudah punya tunangan. Kau tahu itu kan?"
"Kan belum menikah. Lagi pula kau tidak menginginkan pertunangan itu kan?"
Aku menggeleng, "Mereka tidak akan mengindahkan permintaan restumu."
"Dicoba saja dulu."
"Kau sungguh nekat jika benar-benar datang ke rumahku."