Masih seperti malam minggu sebelumnya. Parman dan Pinasti kembali berdua di Kedai kopi milik Bang Wahyu. Parman tak seceria biasanya. Sedari tadi dia terlihat murung, hanya sesekali menampakkan senyumannya. Biasanya saat pertemuan seperti ini sesekali dia akan mengeluarkan jurus jenakanya. Hanya untuk membuat Pinasti tertawa. Suasana kali ini garing, beku, dan tak asyik. Pinasti juga menyadari akan hal itu. Namum dia tidak ingin berspekulasi yang tidak-tidak terhadap Parman.
Sebenarnya Parman ingin sekali menanyakan pada Pinasti, apakah benar dia seorang pelacur? Sebagaimana anggapan orang-orang. Tapi Parman menghindari jangan sampai pertanyaan itu nantinya melukai perasaan Pinasti. Dia amat tidak ingin menyakiti orang yang dia cintai. Jadilah malam minggu kali ini dia belum bisa membuktikan kebenaran anggapan orang-orang tentang pacarnya.
Hari-hari Parman berikutnya masih diliputi perasaan tidak nyaman. Jangan-jangan memang benar Pinasti seorang pelacur. Jangan-jangan ini semua hanya sandiwara belaka. Sengaja mereka menuduh Pinasti pelacur agar dia menjauhi Pinasti. Saat itulah mereka akan mencoba mendekati Pinasti. Begitulah dugaan Parman yang berkicamuk dalam pikirannya.
Sudah tidak bisa dipungkiri lagi kalau Pinasti memang sosok wanita yang cantik sedap dipandang. Kulitnya mulus dan bersih. Laki-laki otak mesum manapun didunia ini akan tergiyur tatkala memandangi Pinasti.
***
Malam minggu berikutnya. Parman sudah berkomitmen dengan dirinya sendiri untuk menyelesaikan rasa curiganya pada Pinasti. Dia akan mencoba menanyakan hal itu pada Pinasti. Sudah tak tahan dia berlarut-larut dalam rasa penasaran yang mendalam. Malam ini, Dia harus tahu apa yang sebenarnya Pinasti sembunyikan darinya. Memangkah benar dia seorang pelacur?
Di kedai kopi Bang Wahyu kali ini sepi hanya ada 5 orang pengunjung. Dibagian pojok Parman duduk sendiri menikmati betul secangkir kopi sambil dihibur lagu-lagu melow yang diputar di Kedai itu. Dua jam Parman menunggu, namun Pinasti belum juga menampakkan batang hidungnya. Tidak biasanya Pinasti seperti ini. Kalaupun dia telat, biasanya hanya 5-10 menit.
Malam semakin larut tersisa Parman satu-satunya pelanggan di Kedai itu. Dia amat yakin kalau Pinasti pasi akan menemuinya.
"Tampaknya pacarmu tidak bakalan datang kali ini" Bang Wahyu menghampiri Parman, lalu duduk dihadapannya.
"Saya tidak berfikir demikian. Saya tahu betul Pinasti orangnya bagaimana. Dia tidak mungkin mengingkari janjinya"
"Lihat sekarang sudah jam berapa? Jam dua belas. Hanya seorang pelacur yang akan menemui kekasihnya ditengah malam begini"